Alpukat Hawaii: Yang Legit, Yang Jumbo
- 4 min read
Saat berkunjung ke kediaman Prakoso pada penghujung Mei 2017, kelezatan avocado itu sempat tercecap. Kesan pertama langsung memikat. Ukuran buah lebih bongsor ketimbang alpukat yang banyak dijajakan di pasar. Waktu ditimbang, jarum menunjuk angka 1,2 kg. Alpukat biasa, lazimnya hanya 250 sampai 500 g per buah. Penampilan istimewa anggota famili Lauraceae itu pun tak sebatas “kulit luar”. Begitu dibelah, terlihat daging buah berwarna kuning muda yang tebal. Rasanya? Daging kering lembut dan legit. Tak ada rasa pahit yang biasa hadir di dekat kulit. Padahal, buah kerabat kayu manis itu belum matang sempurna. Daging pun “bersih” dari serat yang mengganggu kelezatan saat menyantapnya.
Entres
Catatan Mitra Usaha Tani menunjukkan alpukat jumbo tak hanya ditemukan di kebun Prakoso. Nun di kawasan Pegunungan Muria,Pati, ada alpukat muria alias alpukat colo dan alpukat pati yang masing-masing berbobot sampai 1,2 kg. Alpukat colo lonjong berpinggang sedangkan alpukat pati agak bulat. Keduanya lembut dan legit. Namun, daging alpukat pati lebih kering dan pulen. Di Lembang Kabupaten Bandung, yang terkenal adalah alpukat mentega bongsor. Tak hanya berukuran besar, avocado itu dagingnya kuning, tak berserat, dan pulen, makanya dijuluki mentega . Sementara di Ungaran, Semarang, ada alpukat besar bernama girisonta Si bongsor di kebun Prakoso dibawa oleh Frank Sekya, staf Balai Penelitian Pertanian Hawaii (HAES) Amerika Serikat, saat bertemu Chandra dalam kunjungannya ke Indonesia pada 2002. Entres sepanjang 20 cm dibawa atas permintaan Gregori Garnadi Hambali, pakar botani di Bogor. Chandra dan Gregori tertarik lantaran ukuran dan rasanya unggul dibanding alpukat tanahair. Alpukat bernama nishikawa itu satu dari belasan kultivar hasil silangan HAES Hawaii. Ukuran jumbo dan rasa istimewa membuat alpukat nishikawa diminta hotel dan restoran di Amerika Serikat.
Alpukat Sambung Pucuk
Entres yang dibawa Frank dibagi-bagikan pada beberapa orang. Satu bibit disambung pucuk dengan alpukat lokal di Taman Wisata Mekarsari (TWM) Cileungsi, Bogor; 1 dikoleksi Dr Mohammad Reza Tirtawinata pakar buah di Bogor; dan 1 batang diberikan pada Prakoso. Lima tahun berselang, tanaman di kebun Prakoso di Boja, Kendal, sudah setinggi 3 m. Pada tahun ke-3 pascatanam, avocado itu mulai belajar berbuah. Pada panen pertama dipetik 15 buah. Bobotnya bervariasi 500 sampai 800 g. Bentuknya bulat lonjong dengan warna kulit saat matang hijau tua. Setahun kemudian pada 2006 Persea americana itu kembali berbuah. Ukurannya seragam dengan bobot rata-rata 1 kg. Produksinya pun meningkat jadi 25 buah. Sementara buah yang Mitra Usaha Tani cicipi didapat dari panen ke-3 sebanyak 70 buah dengan bobot rata-rata mencapai 1,2 kg. Rasa dan tekstur daging persis yang Gregori cicipi 5 tahun lalu di r Hawaii. Sayang, tanaman di kediaman Reza belum berbuah karena ditanam dalam pot.
Alpukat legit dan bongsor
Nun di Kelurahan Jebres, Kecamatan Mojosongo, Kotamadya Surakarta, juga ada alpukat legit dan bongsor. Ir Masduki, si empunya, menanam dari biji 12 tahun lalu. Biji didapat dari buah asal tanaman induk yang tumbuh di Cilacap, tempat kelahiran Masduki. Itu pun bukan alpukat asli Kota Pantai itu. Menurut cerita, pohon induk berasal dari biji alpukat yang dibawa oleh kakek Masduki dari Bandung. Alpukat berkulit gelap itu dagingnya legit. Makanya Masduki dan seorang kakak membawa bijinya untuk ditanam di rumah masing-masing. Masduki di Surakarta; kakaknya di Semarang. Hasilnya, setelah 5 tahun dipanen buah yang kualitasnya sama seperti pohon induk kini sudah ditebang. Selain enak, daya simpan lama, mencapai 1 minggu setelah petik. Di Solo, avocado itu tumbuh di atas tanah berbatu cadas.Toh tanpa perawatan intensif Masduki sekadar menyiram produktivitas cukup tinggi, mencapai 300 buah tiap musim yang berlangsung antara Februari sampai Juni. Saking banyaknya buah, alumnus Teknik Sipil Universitas 17 Agustus Semarang itu harus menyangga dahan-dahan tanaman setinggi 5 m itu agar tidak patah. Menurut Ir Yos Sutiyoso, pakar nutrisi tanaman di Jakarta Selatan, lapisan cadas bertindak sebagai hardpan alias penampung air. “Air dan nutrisi yang terkumpul di cadas dipakai tanaman untuk tumbuh dan berbuah,” tutur alumnus Institut Pertanian Bogor itu. Saat Mitra Usaha Tani datang, alpukat yang diberi nama mojosongo itu sudah memasuki penghujung musim berbuah. Di atas pohon, tersisa 40 buah yang belum matang sempurna. Namun, dari buah yang melebar di bawah dan menyempit di atas yang disodorkan Masduki itu Mitra Usaha Tani masih sempat mencecap kelezatannya.