Anggur Brastagi (Buah Biwa) Mulai Dilirik Pekebun
- 3 min read
Pasokan biwa memang terbatas. Di Indonesia ia hanya tumbuh di beberapa daerah: Karo, Tapanuli Utara, Simalungun, Toba Samosir, Brastagi, dan Dairi (Sumatera Utara). Beberapa biwa juga ditemukan di Cibodas, Jawa Barat dan Tondano, Sulawesi Utara. Namun, di 2 tempat yang disebut terakhir, kualitas biwa berbeda dengan yang tumbuh di Sumatera Utara. Di tempat lain manisnya agak kurang,” kata Frits Silalahi, kepala Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB), Brastagi. Saking langkanya, banyak orang tak kenal biwa. Padahal bagi masyarakat keturunan Cina ia sangat populer. Mereka percaya anggota keluarga Rocaceae itu obat awet muda. Itu bukan omong kosong. Kandungan vitamin C biwa tinggi, 35,2- 58,1 mg per 100 g buah. Jumlah itu setara dengan vitamin C pada jeruk manis. Lantaran itulah ia berguna sebagai antioksidan yang menghambat penuaan sel. Karena istimewa dan langka, harga biwa melambung. Di pasar lokal Sumatera Utara ia dijajakan Rp 35-ribu- Rp 40-ribu per kg. Pada saat 1 panen raya September- November, harga turun Rp l2-ribu-Rp 20-ribu per kg.
Perbanyakan Lewat teknik Cangkok dan sambung pucuk
Biwa tumbuh alami di pekarangan dan tepi hutan di Sumatera Utara. Banyak pemilik tak mengetahui siapa penanamnya. Diduga ia berasal dari biji yang ditanam nenek moyang mereka. Pekebun tak mau mengembangkan biwa lantaran pengetahuan tentang bibit terbatas. Mereka hanya mengenal 2 macam perbanyakan: biji dan setek. Masa berbuah pohon asal biji lama, 8-12 tahun sehingga pekebun tak tertarik. Pun setek, hanya 20% yang berhasil. Namun, pada 2003 KPTB mengenalkan bibit biwa cepat berbuah asal cangkok dan sambung pucuk. Ia dapat dipetik buahnya pada umur 3-4 tahun. Lantaran itu beberapa pekebun mulai tertarik membudidayakan. Galingging misalnya. Pria setengah baya itu mengebunkan 100 batang biwa di Dairi. Di atas lahan sekitar 5.000 m kebun biwa terhampar dengan jarak tanam 7 m x 7 m. Ia berharap 2-3 tahun kemudian dapat memetik buah nan eksotik itu. “Mimpi saya memetik buah dari kebun sendiri moga-moga terwujud,” katanya. Bukan hanya Galingging yang tertarik mengebunkan anggur brastagi-julukan biwa di Sumatera Utara. Munthe, hobiis di Tongging, tak tanggung-tanggung memborong 60 pohon. Ia menanam biwa di pekarangan rumah seluas 3.000 m2. Di belakang Munthe, Taman Wisata di Merek pun menanam 150 pohon. Kelak, bila biwa berbuah di sana, pelancong yang datang dapat memetik dan mencicipi langsung dari pohon.
Siap bibit
Menurut Frits, pekebun yang menanam biwa banyak berkonsultasi pada KPTB. Lazimnya mereka menanyakan dosis pemupukan dan cara pengairan yang tepat. Pasalnya, tulisan tentang biwa jarang ditemui. Permintaan bibit kepada KPTB pun melonjak. Tercatat 2.000 batang bawah sedang disiapkan untuk memenuhi pesanan pada tahun ini. “Umurnya baru 8 bulan, siap untuk disambung pucuk,” katanya. Maraknya hobiis mengebunkan biwa menjadi kabar baik buat dunia buah-buahan Indonesia. Diharapkan 4-5 tahun ke depan kesan biwa sebagai buah langka mulai tertepis. Jika tidak ada aral melintang, saat itu pohon yang kini ditanam memunculkan buah. Maka menjadi sebuah keniscayaan, suatu saat pefmintaan eksportir Singapura dapat terpenuhi.