Ayung, Pilih Berkebun Ketimbang Menjadi Direktur
- 4 min read
“Pakaian dinas”, sepatu bot, dan caping dikenakan Apung. Sebilah golok disematkan di pinggang. Sosok kecil tegap itu menaiki sepeda motor bebek untuk mengontrol kondisi tanaman di kebun seluas 4 ha. Cabang jambu air pang “gondrong’ tak beraturan dipangkas. Ia lalu beralih ke sudut lain untuk membungkus buah belimbing. Hari-hari Ayung memang lebih banyak dihabiskan berkebun di Jonggol, Bogor. Lima hari dalam sepekan ia sibuk mengelola lahan. Kegiatan itu amat bertolak belakang dengan rutinitas Ayung saat menjabat direktur percetakan Indrokilo Printing. Setiap pagi ia memeriksa hasil kerja karyawan, di bagian montase, cetak, dan pengemasan. Itu ditempuh agar tak dikejar-kejar klien karena cetakan harus siap secepatnya, Kerapkali Ayung pontang-panting sehingga karyawan harus Lembur hingga pagi. Tak jarang omelan dan cercaan harus diterima dari klien yang tidak puas. Stres berkepanjangan akhirnya menimbulkan penyakit pada 1992. Urat di pipi kanan amat sakit bila tersentuh. Bahkan untuk mengunyah makanan sakitnya tak terkirakan. Untuk mengatasinya, ia berobat ke beberapa rumah sakit di Jakarta, Singapura, dan Cina. Ayah 5 anak itu pun terbang ke Cina hingga 10 kali tetapi hasilnya nihil. Akhirnya salah seorang dokter menyarankannya menggeluti salah satu hobi. Dengan menggeluti satu kesibukan di luar pekerjaan stres berkurang. Saran itu dituruti Ayung. Ia yang pada masa kecil akrab dengan pertanian memilih berkebun buah. “Tampuk kekuasaan” perusahaan segera diserahkan kepada anak-anaknya. Pada 1995 Ayung membeli lahan 4 ha di Cariu, Jonggol. Kebun yang sebagian berkemiringan 40- 60% itu dibeli Rp 11.000/m2. Untuk menjangkau lahan di bagian bawah, Ayung mengendarai motor. Karena tekad sembuh amat besar ia dan istri memilih tinggal di kebun. Hanya pada Sabtu dan Minggu mereka libur untuk menjenguk ke-5 anaknya di Jakarta.
Buah-buah Malaysia
Kebun bagian atas ditanami 20 pohon durian monthong. Setelah berumur 5 tahun durian itu berbuah. Pada 1998 kebun bagian bawah ditanami 200 pohon monthong beijarak tanam 10m x 10m. Di antara 2 pohon durian ditanam jeruk kip. Jeruk itu diharapkan memberi sumbangan dana sebelum durian berbuah. Bagian yang kosong antara lain diisi pepaya, talas, dan pisang. Ayung juga menernakkan puluhan domba dan ayam. Sibuk berkebun membuat Ayung melupakan stres. Apalagi hasil kerja kerasnya mulai dinikmati yaitu berbuahnya aneka tanaman, seperti jeruk kip dan pepaya. Pada tahun ke-2, penyakit aneh yang diderita Ayung hilang. Ia dinyatakan sembuh total. Meski demikian ia tak meninggalkan hobinya berkebun. Malahan ia tak hanya membudidayakan tetapi juga memasarkan hasil panen. Buah jeruk kip ditawarkan ke restoran-restoran dengan memperkenalkan sirupnya. Karena citarasa khas, restoran-restoran bersedia menerima semua buah yang disetor. Setiap minggu Ayung yang tidak tamat SD gara-gara sekolahnya ditutup saat G30S itu, panen jeruk 250- 300 kg. Setelah dijual Rp 2.500-Rp 3.500/ kg, bekas penjual permen itu meraup Rp 2,5-juta-Rp 4,2-juta/bulan. Jumlah itu cukup untuk menggaji 9 karyawan. Kelahiran Manggar, Belitung, 51 silam itu lantas menambah keragaman jenis tanaman. Ia bertandang ke saudara sepupunya, Liem Chieh Guan, pemilik Crystal Group di Ipoh, Malaysia. Di perkebunan buah-buahan ternama itu, ia mempelajari budidaya aneka jenis tanaman. Kembali ke Indonesia ia membeli aneka jenis buah unggul dari negeri jiran itu hingga 200 pohon. Kegiatan seperti itu dilakukan setiap tahun. Tanaman dari negeri jiran itu ditanam di bagian bawah kebun. Ada puluhan nangka mastura, belimbing kristal, jambu tanpa biji, pepaya hongkong dan solo, rambutan kuning, cempedak besar, serta kelapa pandan wangi. Setelah berumur 1,5 tahun pohon-pohon itu mulai berbuah. Nangka mastura misalnya, meski hanya setinggi 1,5 m tetapi buahnya sebesar guling. Belimbing kristal setinggi 1 m digelayuti puluhan buah terbungkus plastik bening yang ditutup koran. Sedangkan puluhan jambu tanpa biji manis buahnya dibungkus koran. Di dasar kebun petakan-petakan sawah ditanami padi pandan wangi. Produksi buah itu baru dipasarkan ke kolega terdekat karena jumlahnya terbatas.
Kendala di Lapangan
Ayung mengaku kalang-kabut mengatasi kanker batang yang menyerang durian. Beberapa pohon tampak merana, cabang meranggas, dan kulit pangkal batang habis dikuliti. Namun, ia tidak patah arang lantaran di Malaysia dan Thailand, penyakit itu pun momok menakutkan. Aneka jenis pestisida sudah dicoba, termasuk pestisida dari Malaysia. Usahanya sedikit berhasil karena pucuk-pucuk daun mulai muncul dari dahan. Sukses berkebun dan meraih pasar membuat Ayung berniat mengembangkan perkebunan buah-buahan di kampung halamannya, Belitung. Tidak kurang dari 20 ha sudah dipersiapkan. Bahkan sebagian bibit sudah dikirim ke pulau timah itu. Hasilnya, akan dipasarkan ke Jakarta dengan kapal khusus agar bisa tiba dalam 6 jam.