Budidaya Cendana Dengan Teknologi Kultur Jaringan
- 4 min read
Populasi cendana muda pada 1997 mencapai 502.584 pohon. Namun, pada 2001 hanya tinggal sekitar 17.000 pohon. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan. Untuk menyelamatkannya, upaya pelestarian sudah harus dilakukan. Pelestarian sumber daya hayati tersebut merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa. Baik pemerintah sebagai pengambil keputusan, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta, maupun masyarakat pada umumnya. Berkaitan dengan hal itu, PT. Sugih Agro Sejati (SAS) sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Agroforestri merasa terbeban untuk mengambil langkah terbaik dalam rangka pelestarian hutan tropis kita. Karena itu sejak didirikan pada tahun 2003 PT SAS memfokuskan usahanya pada pengembangan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Baik tanaman pertanian maupun tanaman kehutanan. Khususnya pengembangan tanaman terancam punah seperti cendana. Meski usia masih seumur jagung, PT SAS telah berhasil memperbanyak tanaman cendana asal NTT tersebut dengan kultur jaringan.
Dua tahap kultur jaringan
Perbanyakan cendana di laboratorium PT SAS dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: (1) Tahap Penggandaan Tunas (Multiplication) dan (2) Tahap Perpanjangan Tunas (Elongation) plus perakaran (Rooting). Setiap planlet yang disubkultur dalam setiap periode (5-6 minggu) menghasilkan minimal 5 tunas/nodus baru (Multiplication rate = 5). Berdasarkan pengalaman PT SAS dalam perbanyakan kultur jaringan tanaman jati, maka laju multiplikasi (multiplication rates) cendana ini termasuk tinggi. Pada kultur jaringan cendana, permasalahan justru terjadi pada tahap perakaran. Tahap perakaran planlet di luar laboratorium (pada tahap aklimatisasi) seperti pada jati ternyata tidak bisa diterapkan pada cendana. Ujicoba prosedur tersebut pada cendana hanya mengalami kegagalan, planlet tidak berhasil membentuk akar. Perakaran planlet baru berhasil dilakukan setelah tim PT SAS melakukan serangkaian penelitian. Dengan modifikasi beberapa media perakaran, akhirnya planlet cendana berakar dalam waktu 5-7 minggu. Planlet cendana yang telah berakar selanjutnya diaklimatisasi selama 4-6 minggu. Media aklimatisasi berupa campuran arang sekam dan pasir dengan perbandingan 1:1. Sebelum digunakan media aklimatisasi disterilisasi dengan cara steam. Proses aklimatisasi dapat dilakukan dengan menggunakan pottray dalam sungkup atau baki plastik yang ditutup dengan plastik transparan. Daun cendana muda sangat sensitif dan mudah busuk. Oleh karena itu media aklimatisasi harus terjaga kelembapannya dan tidak boleh terlalu basah. Selama masa pemeliharaan di ruang aklimatisasi, bibit diberi pupuk daun dengan dosis yang disesuaikan secara bertahap. Selain itu penyemprotan fungisida/bakterisida pun dilakukan untuk mengendalikan jamur/ bakteri penyebab busuk batang. [caption id=“attachment_1682” align=“aligncenter” width=“421”] Hasil subkultur planlet cendana[/caption]
Butuh inang
Sebagai tanaman semiparasit, cendana membutuhkan inang untuk kelangsungan hidupnya. Terutama setelah bibit melewati masa aklimatisasi. Karena itu, pada saat dipindah tanam dalam polibag untuk dibesarkan sampai siap tanam, tanaman inang harus diberikan. Tanaman inang yang digunakan yaitu cabe rawit dan petai cina. Penelitian tentang cendana di dalam negeri memang belum sebanding dengan hasil penelitian yang telah dicapai oleh negara lain seperti India dan Australia. Malah, bibit cendana hasil embrio somatik sudah dilaporkan temuannya sejak 1965 dan pada tahun 2002 peneliti India telah berhasil memperbanyak klon cendana secara massal melalui “somatic embryo genesis ” dengan menggunakan bioreaktor sebagaimana dilaporkan dalam Sandalwood Research News Letter. Memang saat ini stok in-vitro cendana PT SAS baru sebanyak 2.000 planlet. Namun, jumlah itu sudah sangat cukup untuk menghasilkan bibit cendana dalam jumlah jutaan batang dalam waktu satu tahun. Proyeksi potensi produksi bibit cendana dengan teknik kultur jaringan ini dapat dijelaskan seperti pada tabel dibawah ini:
Catatan: Rate of Multiplication 5 Kontaminasi 5%
Peluang kerjasama
Memang kapasitas laboratorium PT SAS saat ini baru sebatas 180.000 planlet/bulan. Karena itu dalam pelaksanaannya, proses produksi akan disesuaikan dengan fasilitas dan tenaga operator yang tersedia. Selain itu, mengingat adanya keterbatasan fasilitas produksi, maka PT SAS membuka kesempatan keijasama dengan semua pihak yang bergerak dibidang Agroforestry, baik pemerintah, LSM, Swasta dan masyarakat, untuk mengembangkan cendana yang sangat potensial ini pada skala yang lebih besar. Kayu cendana termasuk kayu mewah bernilai ekonomi tinggi dan sudah diperdagangkan sejak berabad-abad yang silam. Kayu cendana diperdagangkan berdasarkan berat dalam satuan kilogram, sedangkan jenis kayu lain misalnya Jati, mahoni, meranti, dan ramin diperdagangkan berdasarkan volume dalam meter kubik. Saat ini PT Lahilote Semesta Indonesia, mitra kerja PT SAS untuk mengembangkan perkebunan jati di Propinsi Gorontalo, juga tertarik mencoba cendana hasil kultur jaringan ini. Selain itu PT SAS juga merencanakan uji coba penanaman di beberapa lokasi lahan milik perusahaan di Sukabumi. Meskipun kondisi agroklimat Sukabumi kurang sesuai dengan persyaratan optimal pertumbuhan cendana, namun kebun dapat dijadikan kebun percobaan. Idealnya bibit cendana hasil kultur jaringan diuji multilokasi di beberapa tempat untuk mengetahui dan membandingkan respon pertumbuhan tanaman pada setiap kondisi agroklimat tertentu. Potensi dan karakteristik tanaman cendana sudah lama diketahui dan sangat intensif dipelajari di negara lain seperti Australia. Berdasarkan letak geografis ada sebagian wilayah Australia yang beriklim tropis yang berdekatan dengan NTT dan telah berhasil mengembangkan cendana untuk Hutan Tanaman Industri. Tanaman cendana sangat cocok dijadikan tanaman penghijauan pada daerah-daerah kering (semi arid/sub humid). Faktor pembatas daerah semi arid adalah kekurangan air dan kesuburan tanah yang rendah. Di beberapa negara seperti India, Australia, Israel, dan Mexico telah diterapkan sistem irigasi untuk pengembangan kehutanan pada daerah-daerah kering. Sudah sejauh mana upaya kita dalam penanganan tanaman cendana sebagai aset nasional? (Ir Supriyanto)