Budidaya Pangasius di Daerah Dingin Dengan Greenhouse

  • 5 min read

Pangasius bisa dibibitkan di dataran tinggi dengan keberhasilan menetas 95%. Akuarium, kompor pemanas, atau heater tak diperlukan asal pembibitannya dilakukan di greenhouse. Di dunia ikan teknik ini tergolong baru, meskipun prinsip kerjanya sangat sederhana. Sinar matahari yang terperangkap di dalam greenhouse memanasi ruangan sekaligus bak-bak semen. Suhu air di dalam bak turut meningkat. Tercapailah suhu ideal untuk pembibitan, yakni 28°C-30°C pada saat penetasan telur dan 29°C-31°C untuk pendederan . Suhunya relatif stabil sepanjang siang dan malam hari. Greenhouse pangasius cocok untuk daerah dingin dan panas. Pasalnya, di daerah panas pun kondisi suhu ideal tidak mudah didapat. Pada malam hari maupun musim hujan suhu air selalu jauh di bawah normal. Karena itu pula mereka harus melengkapi ruangan pembibitan dengan kompor minyak tanah. Atau, menambahkan alat pemanas (heater) pada setiap akuarium.

Pelopor Greenhouse pangasius

“Sebelum saya, belum pernah ada yang mencoba pembibitan di daerah dingin seperti Tapos, Bogor ini. Bayangkan, suhu siang saja hanya 24°C-25°C,” ungkap Ir Eric Lesmana pelopor pengguna greenhouse. Tapos berada pada ketinggian 700m di atas permukaan laut. Sementara pembibit pangasius umumnya memilih dataran rendah 10m-20m hingga ketinggian sekitar 300m dpi. Wajar, ketika Eric mengutarakan niat untuk membuat usaha pembibitan di Tapos banyak kalangan pembibit yang pesimis. “Suatu hal yang mustahil terwujud,” katanya. Tanpa greenhouse memang tak mungkin berhasil. Kalaupun dipaksakan terlalu berisiko. Selain biaya tinggi, tingkat keberhasilan menetas atau kelulusan hidup burayak pasti rendah. “Memanipulasi suhunya terlalu mahal. Pakai heater hampir tak mungkin, sebab perlu daya listrik sangat besar. Setiap heater butuh daya 100 watt, sehingga berapa banyak daya untuk ratusan akuarium?” jelas mantan karyawan Seaworld itu. Menurut Eric pemakaian kompor pun dianggap tak efisien. Sehari semalam bisa menghabiskan 5 liter minyak tanah per kompor. Padahal, setiap kompor hanya mampu memanasi sekitar 20 akuarium yang berukuran 50cm x 50cm x 100cm. Akuarium ini mempunyai kapasitas tampung burayak 1.000 ekor. Di luar itu, kompor menimbulkan asap yang berdampak kurang baik terhadap kesehatan ikan.

Sarana Dan Prasarana Yang Tidak Murah

Kelemahan-kelemahan itulah yang melatarbelakangi Erik melakukan pembibitan di green house. “Memanfaatkan panas matahari kan gratis, dan tak mencemari lingkungan. Hanya saja perangkat untuk menangkapnya relatif besar,” lanjut alumni Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran itu. Setiap meter greenhouse perlu dana sekitar Rp 200.000. Belum termasuk bak semen, Rp 200.000/m3. Meskipun, dibandingkan pemijahan konvensional sebetulnya tidak bisa dikatakan mahal. Pemijahan konvensional perlu akuarium dan rak dalam jumlah besar. Sedangkan di greenhouse sama sekali tak dibutuhkan. Proses penetasan telur maupun pendederan berlangsung di bak semen. Perawatan di bak jauh lebih mudah dibanding akuarium, sehingga pemakaian tenaga keija lebih efisien. Dengan akuarium seorang tenaga kerja hanya mampu menangani 50 buah atau sekitar 50.000 bibit ikan; bak semen masing-masing berdaya tampung 10.000-30.000 ekor bisa 22 buah. Kapasitas bak tergantung ukuran bibit ikan. Pada saat berumur 1-7 hari kapasitas mencapai 30.000 ekor, dan 7 hari ke atas hanya 10.000 ekor/bak. “Pokoknya, yang lebih penting dengan greenhouse pembibit bisa memilih lokasi di manapun dikehendaki. Tak terkecuali di dataran tinggi yang mempunyai kualitas air cukup bagus,” tandas Eric. Di Tapos airnya sangat jernih, pH 6-7,5, dan kesadahan 4-6. Kualitas air berpengaruh besar terhadap tingkat keberhasilan penetasan maupun kelulusan hidup burayak. Erik menggambarkan selama 8 bulan berjalan mengusahakan pembibitan, tingkat penetasan rata-rata di atas 95%. Sebanyak 500.000 telur dari 1 ekor induk berhasil menetas 470.000 ekor. Hingga siap jual, pada umur 2 minggu (panjang 1 in) masih sekitar 450.000 ekor. “Tingkat penetasan dan kelulusan hidup di Tapos ini memang tinggi. Di tempat lain umumnya tingkat penetasan hanya 80%,” tambah Eric. [caption id=“attachment_1460” align=“aligncenter” width=“647”]pangasius Di bak-bak semen ini proses penetasan dan pendederan[/caption]

Sejuta ekor

Greenhouse untuk pembibitan pangasius hampir sama dengan untuk tanaman. Bedanya, untuk pangasius tidak ada sirkulasi udara, serta, sudut kemiringan atap cenderung kecil. Dibuat seperti itu agar atap lebih banyak menerima panas matahari. Kalaupun terlihat sebuah jendela berukuran kecil, 50cm x 80cm dimaksudkan saat suhu terlalu tinggi bisa dibuka. ’’Suhu ruangan pada siang hari kadang mencapai 45°C. Terlalu tinggi. Konsekuensinya, selain membuka jendela juga penambahan air pada bak,” tutur Eric. Ditanya soal ketersedian oksigen (O2), Eric menjawab cukup walau tak membuatkan lubang sirkulasi udara. “Saya tambahkan aerator pada stadium larva, umur 1-7 hari, karena mereka membutuhkan O2 dalam jumlah banyak. Selanjutnya di atas 7 hari burayak ngambil dari udara.” Tak ada patokan mutlak ukuran greenhouse, bisa 6m x 12m atau lebih luas. Namun yang pasti tinggi tidak boleh lebih dari 3m. Hal tersebut terkait dengan tingkat dan kestabilan suhu. Lantai semen. Rangka bangunan boleh besi atau kayu yang lebih murah. Dindingnya dari bawah hingga ketinggian l,2m berupa tembok, dan bagian atas plastik film 0,3mm. Terpal bisa digunakan sebagai pengganti plastik film, tapi tidak tahan lama. Atap berupa fiber plastik bergelombang. Bak dibuat berderet hanya dipisahkan dinding beton setebal 15cm. Bentuknya segi empat berukuran panjang 3m. lebar lm dan kedalaman 60cm. Pojokan bak dibuat setengah lmgkr (tidak menyudut) supaya pergerakan air lebih baik. Bagian dalam dicat abu-abu tua. “Saya coba cat biru, dan ternyata memberikan hasil agak berbeda terhadap tingkat kelulusan hidup larva. Bak bercat abu-abu tua tetap lebih baik,” Eric membandingkan. Di atas bak yang berjumlah sekitar 100 buah dipersiapkan terpal plastik. Gunanya untuk menutup bak dari pancaran sinar matahari. Jika tidak ditutup akan terjadi ledakan populasi ganggang. Dari bak-bak yang berada di 3 buah greenhouse inilah 1-juta ekor bibit pangasius setiap bulannya diproduksi Eric. “Pasarnya sebagian besar Sumatera, Sulawesi dan Jawa,” sebut Eric dengan kesan tak kesulitan pasar.