Dicari! Pekebun Mengkudu
- 4 min read
Mengkudu naik kelas. Buah yang semula tidak dilirik orang kini banyak diburu. Di Jabotabek 30 produsen skala rumah tangga butuh 50 ton buah segar untuk memproduksi 10.000 liter jus mengkudu per bulan, Belum lagi belasan pabrik dengan produksi minimal 10.000 liter/bulan. Semuanya butuh banyak bahan baku. Ini peluang bagi yang ingin mengebunkan. R. Hindar Boesono, direktur Morinda House mengakui, mengkudu Morinda citrifolia tidak bisa mengandalkan pasokan tanaman liar. “Sudah saatnya mengkudu dikebunkan,” katanya. Saat merintis usaha pada 1998, bahan baku untuk menghasilkan 20 liter jus mengkudu per bulan masih mudah didapat. Dari 1 pengumpul bisa diperoleh 100 kg bahan baku. Kini setelah sukses pasar kian berkembang, Morinda House mulai kesulitan memperoleh bahan baku. Untuk memproduksi 3.000 liter jus per bulan dibutuhkan 2.500 liter jus mumi setara 15 ton buah segar. Hasil berrburu dari kampung ke kampung paling banter hanya bisa mengumpulkaan 50-100 kg. Apalagi kini industri jus mengkudu makin menjamur. Imbasnya, terjadi perebutan bahan baku di lapangan. Harga melonjak naik. Kalau semula hanya Rp750/kg, sekarang Rpl.500/kg. Morinda mengatasi kelangkaan bahan baku dengan mengembangkan kemitraan di Jawa Barat, Lampung, dan Jawa Tengah. Yang diterima pasokan dalam bentuk produk setengah jadi berupa jus noni.
Butuh banyak Pasokan mengkudu segar
Kesulitan memperoleh bahan baku juga dialami PT Usahajaya Fico Operasional (UFO). Dengan produksi rata-rata 5.000 liter/bulan, “Kami butuh 25 ton buah segar/bulan,” papar Susilo dari UFO. PT Berial Sumbermedika yang memproduksi jus dan kapsul mengkudu juga kekurangan pasokan. Untuk 12.000 liter jus saja kebutuhan bahan baku mencapai 60 ton/bulan. Kapsul, 10 ton/ bulan untuk produksi 2 juta kapsul. Produksi mengkudu kapsul mencapai 60% produksi total, sisanya berupa jus. Seperti Morinda House, PT Trias Sukses Dinamika (TSD) pun menjajaki pola kemitraan. Kebutuhan bahan baku 50 ton buah segar untuk produksi jus merek javanoni tak bisa mengandalkan perburuan tanaman pekarangan. Meski sudah mengandalkan 500 pemasok, PT Agritek Morindotama di Cibitung masih kewalahan mendapatkan bahan baku. Dari 100 ton kebutuhan per bulan, baru terpenuhi 42 ton. Wajar kalau akhirnya PT Morinda Multiagro Indonesia, produsen Morinda Gold membuka kebun seluas 10 ha di Lampung. Saat ini mereka membutuhkan 5 ton mengkudu per bulan. Untuk mengantisipasi permintaan ekspor, ada rencana membuka kebun hitlgga 100 ha. Hal serupa juga dilakukan Drs Jonner Situmorang, MSc., peneliti Biotrop yang memproduksi jus mengkudu sebagai bisnis sampingan. Meski penjualan jus bermerek Bio Noni baru 300 liter sebulan, Jonner sudah membuka kebun seluas 5 ha dibeberapa tempat. Sebelumnya ia masih mengandalkan pasokan dari pengumpul. Pasalnya, pasokan pengepul dari hari ke hari terus berkurang. Kualitas bahan baku dari pengumpul pun tidak dapat diandalkan. Buah belum siap petik juga dimasukkan.
Dulu liar kini luar biasa dicari
Bibit Pun laku di pasaran
Tingginya permintaan mengkudu dirasakan oleh Taufik H. Tadjudin. Pria 68 tahun itu menanam mengkudu pada 1999. Sayangnya, kebun seluas 6,5 ha di Ciapus dan Parung milik Vrisiba Agro itu belum berproduksi maksimal. “Produksinya baru 500 kg/bulan,” ungkap mantan direksi perusahaan asuransi. Itu baru cukup untuk bahan baku jus mengkudu produksi sendiri. Padahal, Javanoni meminta 1-2 ton/minggu. Permintaan 1 ton per minggu juga sempat dilayangkan Bali Noni, Bala Noni, dan UFO. Selain buah, Taufik kebanjiran order bibit. Ia kini rutin menjual 2.000 bibit/ bulan. Sejumlah 10.000 bibit pesanan Lampung sedang dipersiapkan. Demikian juga 100.000 bibit untuk PLN dan Balittro. Sejuta bibit pesanan Pemda Bogor dan salah satu LSM belum sanggup dipenuhi. Melihat peluang itu PT Cakra Sarana Persada juga tertarik mengebunkan mengkudu. “Ujicoba penanaman di lahan seluas 6,5 ha,” papar Ami dari Cakra Sarana Persada. Perusahaan kontraktor itu sempat berencana membuka perkebunan seluas 400 ha untuk memenuhi permintaan jus dan pasta mengkudu dari luar negeri. Namun, karena kendala bibit, proyek tersebut dihentikan sementara. Baru 500 bibit yang sempat ditanam. Menurut Ridwan, konsultan agribisnis UI, dengan harga buah mengkudu Rp 1.700 per kg petani sudah untung. Biaya pemeliharaan tanaman per hektar hanya Rp 1.670.000 per tahun. Populasi 600 tanaman per ha, dengan harga bibit Rp7.000 per batang 1 meter. Panen perdana dilakukan sejak umur 1 tahun hingga minimal 20 tahun. Dalam 2 tahun pertama produksi per ha mencapai 10 ton/ tahun. Produksi meningkat terus pada tahun-tahun berikut.