Fafue Dae Dan Rapok Kacang Varietas Unggul Dari Nusa Tenggara Timur
- 3 min read
Di Belanda kacang rote tak sekadar camilan. Anggota famili Leguminoceae itu ternyata dibawa ke laboratorium. Wisatawan yang ilmuwan itu mungkin penasaran terhadap kelezatan polong nan bernas. Hasilnya, “Kadar lemak kacang rote amat rendah,” kata Ir Subdarma Siprianus dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura NTT. Ketimbang biji-bijian sumber pangan, kandungan lemak kacang tanah terbilang tinggi, mencapai 44,2 g. Itu hanya dikalahkan oleh kacang jambu mete Anacardium occidentale yang 49,6 g. Rendahnya kadar lemak kacang rote amat menggembirakan bagi pelahapnya. Sebab, lemak berlebihan ancaman bagi kesehatan jantung.
Mirip Kacang Tanah varietas gajah
Kabar itu lalu beredar di Rote Ndao setahun lampau. Setelah itulah kacang rote direkomendasikan oleh Dinas Pertanian setempat untuk dikembangkan. Padahal sebelumnya ia tak dilirik. Tahun pertama pengembangan pada 2003 tercatat luas penanaman 20 ha; pada 2004, melonjak menjadi 500 ha. Sentra penanaman terbesar di Kabupaten Rote Ndao- pengembangan dari Kabupaten Kupang. Di daerah yang ditempuh selama 4 jam dengan kapal feri dari Kupang itu pekebun menanam di tanah lempung berpasir. Luas kebun variatif, dari 0,5-2 ha. Di daerah berketinggian 10 m dpi itu masa produksi fafue dae-sebutan kacang di Rote Ndao-3 bulan. Sosok polong khas, bulat montok. Sekilas penampilannya mirip varietas gajah. “Jauh sebelum gajah masuk ke Rote, masyarakat di sana sudah mengenal kacang ini,” kata Siprianus kepada Mitrausahatani. Rasanya khas agak manis, gurih, dan renyah. Wajar jika permintaan meski dalam skala kecil datang dari Australia dan Belanda. “Kacang Rote merupakan varietas unggul lokal yang prospek untuk dikembangkan,” katanya. [caption id=“attachment_1312” align=“aligncenter” width=“375”] Kacang pelat bahan camilan nan lezat[/caption]
Kacang Rapok
Kawasan timur Indonesia masih menyimpan kekayaan berupa kacang pelat (e dibaca keras seperti pada kaca tempe, red). Nama itu disematkan untuk menghargai asal-muasal kacang dari Desa Pelat, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Polong tampak panjang, bernas, dan termasuk tipe valensia-terdiri atas 3 biji. Sayangnya, kacang pelat cinta mati pada kampung halaman. Persis seperti umbi cilembu yang enggan dipindahkan dari Cilembu, Sumedang, Jawa Barat. “Kalau ditanam di tempat lain malah berbiji 2,” kata Kasubdin Bina Program, Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, Ir Ni Way an Rusmawati. Luas penanaman rata-rata 4.000 ha per tahun. Menurut Ni Wayan, kacang pelat dipanen pada umur 3 bulan. Produktivitas mencapai 2,5 ton per ha. Itu jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata produktivitas nasional yang cuma 1-1,9 ton per ha. Keistimewaan lain, ia tahan serangan penyakit karat akibat serangan Uromyces arachidae. Di sana harga rapok alias kacang tanah mencapai Rp 7.000-Rp 8.000 per kg. Oleh masyarakat setempat pelat diolah menjadi manjareal dan krake, makanan khas Sumbawa, yang manis. Menurut Ir Agustina A Rahmianna PhD, keunggulan kedua kacang itu harus diuji multilokasi sebelum dilepas sebagai varietas unggul. “Pada kacang tanah faktor lingkungan sangat berpengaruh,” kata peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian