Geger Adenium di 3 Pulau
- 5 min read
September di tahun babi api menjadi sejarah buat pencinta adenium. “Tiga perang adenium terjadi di 3 pulau: Sumatera, Jawa, dan Bali. Semuanya seru bila dilihat dari skala kontes. Ini pertanda demam kontes mulai menyusup ke berbagai daerah, terutama Sumatera,” tutur Andy Solviano Fajar, juri adenium di berbagai kontes. Di Pulau Jawa, kontes adenium berlangsung tiap bulan sejak 2004. Sebanyak 7 kali kontes pun digelar di Pulau Dewata sejak setahun silam. Bagi Sumatera, inilah kontes pertama kali, yang digelar dari sebuah kecamatan di Lampung Timur: Pekalongan. Lazimnya dari perhelatan kontes itulah kecintaan pada adenium di suatu daerah tumbuh. Sebut saja di Kediri. “Ini kontes ke-3 yang digelar di Kota Tahu. Semua orang tahu, dari Kediri embrio tren adenium di Jawa Timur,” kata Hartono, pemain adenium kawakan di Kediri. Pun Bali, dari ajang kontes yang digelar berulangkah, citra adenium unik terangkat ke pentas nasional. Kelak, diperkirakan banyak orang, dari Lampung Timur tren adenium bakal menyebar ke kota-kota besar di Pulau Andalas. Sebut saja Palembang, Bengkulu, Riau, dan Padang.
Kediri
Penelusuran wartawan Trubus, Nesia Artdiyasa, adu nyali paling bergengsi terjadi di Kediri. Sebanyak 169 peserta dari 4 provinsi Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali—berkumpul merebut gelar terbaik. “Ini seperti perang bintang. Banyak yang merasa bukan bintang, mengundurkan diri dan batal mengikuti kontes,” kata Sulisdianto, pemilik Exotic Garden, Kediri. Tercatat ra chinee pandok peraih Adenium National INA Championship 2007 pada Trubus Adenium Contest 2007 turut berpartisipasi dengan nomor peserta 74. Jawara total performance kontes Trubus pun tak mau kalah. Ia masuk dengan nomor peserta 71. Seperti diduga para peserta, meski tim juri yang bertugas berbeda, kedua adenium itu dengan mudah melenggang menjadi yang terbaik di kelas masing-masing: arabicum ra chinee pandok besar dan total perfomance besar. Ra chinee pandok milik F Cu Liong asal Situbondo itu mengalahkan rivalnya, RCN koleksi Kevin, Surabaya. Sedangkan obesum berbatang atas RCN juga milik F Cu Liong menaklukan adenium milik H Nur Wahid asal Kertosono. “Semua tahapan pada pemenang RCN sudah terpenuhi. Arah gerak, ukuran, dan tata letaknya juga paling bagus. Begitu juga jawara di total performance,” kata Wawang Sawala, salah satu juri. Tak disangkal, perebutan gelar best in show antarsaudara selubuk dari Situbondo berulang kembali. Tim juri—Wawang Sawala, R Awang Ishartono, dan Suharto Wahyudi—sepakat menobatkan RCN sebagai best in show dengan nilai 14,05. Obesum berbatang atas RCN hanya mengumpulkan nilai 13. “Itu karena karakter RCN lebih tinggi. Pemenang total performance kalah karena bawahnya obesum dan atasnya RCN,” kata Awang. Hasil itu seolah menunjukkan, hingga saat ini peraih Adenium National INA Championship 2007, belum terkalahkan.
Lampung Timur
[caption id=“attachment_2881” align=“alignleft” width=“528”] Juara ke-1 arabicum RCN kelas A, best in show kontes Kediri[/caption] Nun di Pulau Andalas, suasana pertarungan si mawar gurun mengingatkan saat pertamakali kontes adenium digelar di Solo, Jawa Tengah. Pembagian kelas masih amat sederhana. “Kita baru membagi kelas menjadi mix species dan adenium unik,” kata Suwanto, ketua penyelenggara kontes. Toh, hajatan itu menarik perhatian Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP dan Bupati Lampung, H Satono SH untuk melihat ke arena kontes. Tercatat, sebanyak 55 peserta dari Bandarlampung, Tulangbawang, dan Metro turut ambil bagian. Yang menarik, kontes adenium ini digelar oleh sekelompok pemuda dari ’ebuah kota kecamatan di Pekalongan. Sebuah kecamatan yang dibuka saat program transmigrasi masih digalakkan oleh Soeharto. “Lazimnya, kontes adenium digelar di pusat kota kabupaten atau kota,” ujar Andy Solviano. Toh, itu bukan berarti tanpa kekuatan. Gara-gara kontes itu, kota tetangga, Metro, segera mengagendakan kontes serupa pada Desember 2007. Dari arena itu, sebuah adenium unik tampak mendominasi Meski tanpa tema, apresiasinya sangat kuat, menyerupai ikan. Meski “makhluk air” itu masuk unik kreasi,tanaman terlihat sangat matang. Sentuhan tangan terlihat minimal. Tiga juri Destika Cahyana, Suwanto, dan Rosidi pun menobatkannya sebagai yang terbaik di kelas unik kreasi. “Bila ada juara unik secara keseluruhan, maka juara unik alami pun ditaklukannya,” ujar Suwanto.
Bali
Di Pulau Dewata, jumlah peserta terhitung terbanyak. Sebanyak 181 peserta dari berbagai penjuru Bali turut serta. Hajatan itu memang bertepatan dengan 9th Asia Pacific Bonsai and Suiseki Convention and Exhibition 2007. Keruan saja kontes itu dilihat oleh berbagai tamu pencinta bonsai dan suiseki dari berbagai penjuru negeri. Sebut saja dari China, Taiwan, Jepang, India, Amerika Serikat, dan Puerto Rico. “Mereka terkagum-kagum melihat perkembangan adenium di Indonesia. Apalagi melihat sosok yang besar dan telah ditraining,” kata Winarto Selamat, salah satu juri. Tak hanya itu, mereka pun terpesona oleh munculnya adenium unik di arena kontes. Terlebih yang muncul ialah unik-unik berkualitas. Sebut saja lobster dan fosil manusia yang telah malang-melintang di arena kontes. Tim juri Supriyanto, Winarto Selamat, dan Made Antara menobatkan lobster sebagai juara unik kreasi dan fosil manusia sebagai pemenang unik alami. Pertarungan paling seru terjadi di prospek besar. Adenium obesum koleksi I Made Swastika yang berturut-turut menjadi yang terbaik di 2 kontes sebelumnya mesti menyerah pada koleksi Made Sujana. Obesum milik Sujana yang dulunya tak pernah diperhitungkan pun menjadi yang terbaik, sementara rivalnya sebagai runner up. Itulah sepenggal kisah pertarungan adenium di 3 pulau di nusantara. Menurut Hartono, maraknya kontes itu perlu diimbangi dengan berbagai perbaikan. Sebut saja sebuah saresehan adenium yang berlangsung di Kediri. Mereka mengusulkan agar format penjurian di kelas bunga kompak, kelas unik, dan kelas somalense disempurnakan. Somalense crispum dan Somalense somalense tak bisa diadu dalam kelas yang sama karena karakternya berbeda. Dengan berbagai penyempurnaan, maka di mana pun Bali, Jawa, Sumatera, bahkan pulau lainnya kriteria penjurian tetap sama.