Harapan Tergantung Di Semangkuk Sayur
- 5 min read
Istirahat siang tak pernah disia-siakan oleh Juniarti. Wakil presiden direktur PT Konimex Indonesia itu biasanya segera meluncur ke kediamannya di bilangan Mesen, Solo. Di sana perempuan 70 tahun yang energik itu tak sekadar mengaso, tetapi menikmati sayuran organik kegemarannya. Sampai saat ini rutinitas ibu 4 anak itu telah berlangsung 7 tahun.
Juniarti agaknya selektif mengkonsumsi sayuran demi menjaga kesehatan. Tak tanggung-tanggung istri Junaidi Yusuf, bos perusahaan farmasi kenamaan, itu membangun beberapa greenhouse.
Lokasinya persis di seberang pabrik di daerah Cemani, Solo. Aneka sayuran seperti asparagus, katuk, kucai, kangkung, dan tolesom dituai dari lahan 6.000 m2 itu. “Total ada 15 jenis,” tutur Ny Aditya, pengelola farm. Dengan alasan serupa Carmen Fabian De Kint Quinoa juga melahap sayuran organik. Istri duta besar Belgia untuk Indonesia itu malahan hanya mau menyantap produk organik. Beras, telur, susu, dan bahan pangan lain harus organik. Bahan pangan itu dimasak tanpa minyak atau mentega. “Cukup disteam atau dibakar supaya kandungan vitamin dan mineral utuh,” ujar Kint-sapaan Carmen Fabian De Kint Quinoa-kepada Bertha Hapsari dari Mitra Usaha Tani.
Perempuan kelahiran Meksiko setengah abad silam itu mafhum, residu pestisida dalam sayuran bersifat karsinogenik alias memicu kanker. Itulah sebabnya sejak tinggal di New York, Amerika Serikat, 15 tahun silam, ia hanya menikmati bahan pangan organik.
Kanker prostat
Banyak pengalaman empiris yang menunjukan faedah sayuran organik. Salah satu di antaranya disaksikan oleh Tyas Ening Lestari. Pada 1990 ia mengikuti suaminya-Prof Dr Septa Ratno Siregar, guru besar Teknik Perminyakan ITB-yang meneliti di Delf, Belanda. Selama 13 bulan bermukim di sana, ia memperoleh banyak pengetahuan soal sayuran organik dari Bernard Hendriksen.
Ia adalah pemilik rumah yang ditempatinya. Hendriksen mengidap kanker prostat. Setelah rutin mengkonsumsi sayuran organik, pria 80 tahun itu dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawatnya. “Bagi saya ia memiliki kesehatan yang luar biasa,” tutur sarjana Pendidikan Bahasa Inggris alumnus Universitas Sanata Darma itu. Fakta itulah yang menyebabkan ibu 3 putri itu mengikuti jejak Hendriksen.
Namun, ia tak serta-merta beralih ke sayuran organik. Pertama, ia mengganti piranti dapur untuk memasak dengan bahan steinless steel. Lantas, konsumsi sayuran yang rendah residu pestisida-kangkung, katuk, daun singkong ditingkatkan. Tiga tahun terakhir perempuan 47 tahun itu memilih sayuran organik. Pasokan datang dari Tidusaniy, produsen di Bandung yang dikelola dr Rini Damayanti.
Yang organik terbukti lebih menyehatkan
Andil organik
Akhir pekan tak dilewatkan begitu saja oleh Ning. Usai berolah raga di GOR Padjadjaran, Bandung, ia senantiasa memborong beragam sayuran organik. Bahkan, ia menyisakan lahan 60 m2 di sisi kanan rumahnya di bilangan Sukagalih, Bandung. Di sana Ning-begitu ia biasa disapa-menanam antara lain katuk, singkong, sawi, dan seledri.
Sayuran-sayuran itu lazimnya ditumis. Sedangkan tomat, wortel, dan bit dijus. Bukan untuk sendiri, tapi juga suami dan ke-3 anaknya. Menurut hobiis aerobik itu manfaat mengkonsumsi sayuran organik sangat dirasakan. Dulu ia mengidap darah rendah-tekanan darahnya 90/60 mm/hg. Dua tahun berselang setelah rutin menyantap bahan organik tekanan darahnya 100/80 mm/hg.
Menurut dokter yang merawatnya, sayuran organik mempunyai andil atas normalnya tekanan darah. Faktor lain disumbangkan oleh aktivitas olahraga dan pengelolaan stres yang baik (baca: Hidup Sehat dengan Organikhalaman 106). Kasus serupa dialami Sri Qoriah. Mantan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keungan dan Perbankan Indonesia (STEKPI) itu menderita darah tinggi.
Dalam sebulan ia setidaknya 3 kali ke dokter. “Pengaruhnya ke emosi, jadi gampang marah,” ujar ibu dari anak semata wayang, Konita Nurqolbi itu. Pertemuan dengan dr Rini Damayanti dalam sebuah seminar, mendorongnya mengkonsumsi sayuran organik. Kini paling banter ia sekali ke dokter. Tekanan darahnya yang semula 160/100 mm/hg menjadi 130/80 mm/hg. Alumnus Universitas Kristen SatyaWacana itu merasa lebih segar.
Organisme seimbang
Yang juga berharap sehat dari sayuran • organik adalah dr Erwin Chandra Wiguna MM. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu rutin mengkonsumsi sayuran organik sejak 1995. “Pengetahuan (sebagai dokter, red) mendorong saya mengkonsumsi sayuran organik. Ada pengetahuan, ada keinginan, kesempatan, dan kemampuan,” ujar master Manajemen alumnus Institut Teknologi Bandung itu.
Pengetahuan yang dimaksud adalah residu pestisida yang mengancam kesehatan. Menurut pandangan pribadinya, organisme yang dipacu untuk tumbuh pasti dalam keadaan tak seimbang. Jika dikonsumsi bakal mempengaruhi jaringan tubuh. “Kalau yang kita konsumsi sesuatu yang baik, tubuh kita pun akan baik,” ujar akupunkturis yang banyak mempelajari harmoni kehidupan.
Menurut Erwin sayuran konvensional berkadar residu tinggi berefek radikal bebas. Dampaknya berupa penyakit-penyakit degeratif. Pantas sayuran organik kian diminati masyarakat. Yuli Setiopriono- pengelola Mitra Bumi Indonesia, produsen sayuran organik- mencatat penambahan 5 konsumen setiap bulan. Mereka tak melulu di Malang, tetapi juga meluas hingga ke Surabaya
Berjenjang
Penelusuran Mitra Usaha Tani menunjukan, pasar swalayan besar seperti Hero di Malang dan Yogyakarta, Matahari, dan Ranch 99, menyediakan gerai khusus organik. Itu jelas memudahkan konsumen untuk memperolehnya. Sebab, banyak yang mengeluh, sulit mendapat pasokan secara rutin. Harga yang relatif mahal? “Selama ini jika dibandingkan dengan keuntungan yang saya peroleh, keuntungan itu masih lebih besar,” ujar dr Erwin.
Bagi konsumen, sayuran organik dimengerti sebagai komoditas yang dalam proses budidaya tanpa memanfaatkan pestisida dan pupuk kimia. Jika itu terpenuhi, produsen pun mengklaim sayuran yang diproduksi organik. Menurut IFOAM-International Federation Organic Agriculture Movement-itu baru tahap chemical free. Lembaga itu mensyaratkan antara lain lokasi budidaya yang terisolir. Oleh karena lembaga sertifikasi biasanya memberikan label berjenjang: dari chemical free hingga organic.
Pada tahap bebas pestisida saja sangat enak di lidah, apalagi yang organik. Yang lebih penting menyehatkan tubuh. Wajar jika Carmen Fabian De Kint Quinoa mau bersusah-payah bila bepergian. Ia senantiasa menenteng sendiri masakannya yang organik. Kalau tak sempat? Di perjamuan biasanya hobiis [tanaman hias](http://localhost/mitra/Tanaman Hias “tanaman hias”) itu cuma menikmati salad atau’sup. Ingin sehat seperti mereka? Menyantap sayuran organik salah satu jalannya.