Infiltrasi Cacing Emas di Bisnis Bibit Kentang
- 3 min read
Gara-gara golden cyst nematode, pemerintah memperketat prosedur impor bibit kentang. Akibatnya, PT Mandiri Alam Lestari (MAL), importir di Jakarta rugi ratusan juta rupiah. Order 125 ton bibit kentang atlantik atau sekitar 5 kontainer belum bisa terkirim ke tanah air. Sebanyak 75 ton lagi belum bisa masuk pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta. Namun, beberapa importir lain malah adem-ayem, belum merasakan efek kehadiran cacing emas itu. Kerugian yang harus ditanggung MAL berupa ongkos sewa kontainer dan tempat di pelabuhan Scotlandia. Bibit itu direncanakan untuk penananaman Mei dan Juni. “Kalau terlambat sebulan saja ongkosnya setara dengan harga bibit,” kata Rahmad Mudjiono, marketing MAL. Maklum, MAL memang importir bibit kentang terbesar di Indonesia. Kebutuhan bibit selalu direncanakan setiap tahun. “Tahun ini ditargetkan 600 ton. Namun, dengan kondisi seperti ini kayaknya bakal gagal. Keputusan itu benar-benar di luar perhitungan,” ujarnya. Apalagi MAL sudah meneken kontrak dengan pekebun mitra. “Mereka sudah siap semua infrastruktur, termasuk lahan dan modal. Kalau bibit tertunda, maka pekebun pasti akan menuntut komitmen kita sebagai penyedia bibit yang tepat waktu,” ujar Rahmad.
Permintaan benih Masih normal
Kalau MAL kelabakan, PT Osi Sarana Indah (OSI), importir di Jakarta justru belum merasakan dampak gonjang-ganjing cacing emas di Sumberbrantas, Malang, itu. “Kita sudah mendatangkan 15 ton bibit Atlantik, Carlena, dan Panda pada akhir 2002. Jadi, pengetatan itu tak berdampak pada pengiriman,” kata Istiglal Taufik dari OSI. Hal sama dialami PT Santoso Prima Maju (SPM), importir di Jakarta. “Pengiriman sudah dijadwalkan pada November 2002. Itu untuk penanaman musim tanam 2003 yang jatuh Februari- Juni,” kata Sofyan Santoso, direktur SPM. Setiap tahun SPM mengimpor 9 kontainer bibit granola asal Belanda. Bibit disebar ke pekebun di Pangalengan dan Lembang. Keduanya di Bandung, Jawa Barat. Pembibit lokal pun belum merasakan dampak “wabah” Globodera rostochiensis itu. Order granola dan merbabu yang datang ke PT Murakabi Buana pun masih normal. “Produksi sebanyak 600 ton per tahun tetap terserap,” ucap Ir. Agus Haryo Sudarmajo, direktur utama. Wildan Mustofa, pembibit granola di Pangalengan, Bandung itu pun mengaku permintaan bibit masih wajar-wajar saja. “Malah ada kecenderungan kebutuhan bibit meningkat. Kalau setahun lalu 800 ton saja, tahun ini ditargetkan meningkat hingga 1.000 ton,” kata pemilik PD Hikmah itu.
Petani harus tetap Waspada
Meski anteng-anteng saja, Wildan tetap mewaspadai kehadiran cacing emas. “Kejadiannya memang baru ditemukan di Malang, tapi tidak menutup kemungkinan bakal menjalar ke sentra lain,” ujarnya. Wildan sudah mengecek secara acak di beberapa petak. Terbukti cacing yang konon mampu menurunkan produksi hingga 60% itu belum tampak. Untuk mencegah menjalarnya serangan, Agus Haryo menyarankan untuk melakukan perlakuan secara terpadu. “Kalau bisa dilokalisir jangan sampai menyebar ke daerah lain. Pekebun juga harus memakai bibit yang resisten dengan serangan nematoda itu. Bila perlu minta garansi,” katanya. Menurut Rahmat pengetatan ijin masuk memang perlu untuk mencegah serangan itu terulang. Namun, pemerintah juga harus memikirkan importir yang menjalin kerjasama dengan pembibit kentang ternama. Mereka sudah memakai teknologi canggih untuk menguji bibit. Dan bibit asal luar negeri selalu disertai sertifikat. “Kalau bisa aturan itu jangan mempersulit importir,” ucapnya. Kini, MAL membuat demplot seluas 1 ha di areal serangan Penanaman bibit atlantik pada Juni. Itu untuk meyakinkan kalau bibit kentang yang diimpornya tahan terhadap serangan nematoda itu. Memang butuh 3,5 bulan untuk membuktikan, tapi itu tidak masalah. Yang penting bisnis bibit tetap lancar.