Keistimewaan buah sawo manila Dari Pare

  • 2 min read

Pantas saja peneliti buah-buahan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Malang, Jawa Timur berkomentar seperti itu. mitrausahatani mencicipi sendiri manisnya sawo manila asal Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, saat berkunjung ke daerah sentra pada penghujung Juni. Saat dibelah, air segera membasahi daging buah. Achras zapota itu memang memiliki kandungan air cukup banyak. Bila terkena tangan, cairan itu terasa lengket. Kadar gula tinggi musababnya, menurut Baswarsiati, tingkat kemanisan mencapai 19-20° briks.

Tekstur Daging Buah Sawo Pare Halus

Keistimewaan lain, buah sawo manila pare bersosok bongsor. Ukuran buah nyaris sebesar bola tenis tapi berbentuk lonjong. Setiap kilogram berisi 7-8 buah berdiameter 5-8 cm. Hampir sama besar dengan sawo plampang asal Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa, NTB dan sawo sumpur dari Kanagarian Sumpu, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanahdatar, Sumatera Barat, yang dikenal jumbo. Kulit sawo manila berwarna kuning tampak cantik dibanding sawo lain yang berwarna cokelat muda. Aroma khas menyeruak dari buah sawo yang telah matang. Daging buah yang kuning menggugah selera, tekstur halus dan tak berpasir. Dengan keistimewaan itu, pengunjung ke pemandian Ken Dedes dan Goa Maria kerap mampir di kios-kios yang menjajakan sawo pare di 2 lokasi wisata terkenal di Kediri itu. Mitrausahatani juga melihat puluhan kios berderet di Dusun Bunut, Desa Beringin, Kecamatan Pare, menjajakan sawo di atas baki berdiameter 40 cm. Di sana tumpukan buah sawo matang menjadi rebutan para pembeli. Maklum, melepas lelah sambil menikmati manis dan segarnya sawo saat terik matahari memang sungguh nikmat. “Rasanya sangat manis dan segar serta tidak ngeres,” kata salah seorang pembeli. Ia membandingkan dengan sawo dari Blitar yang kandungan air sedikit dan agak berpasir.

Pohon warisan

Sayang meski manis dan disenangi konsumen, penanaman pohon sawo manila tidak diusahakan intensif dalam skala luas. mitrausahatani mengamati di Kota Ken Dedes itu, 3-5 pohon Achras zapota menghiasi halaman rumah penduduk. Toh, tanpa pemupukan, pemangkasan, dan perawatan lain, produktivitasnya cukup tinggi. Dari 1 pohon berumur puluhan tahun dipanen 1.000- 2.000 buah per pohon. Sebut saja pengalaman Suhartati, pemilik pohon sawo di Desa Beringin. “Tanpa dipupuk pun pentil buah tetap muncul. Hama dan penyakit enggan menghampiri,” katanya. Kini ibu 4 anak itu memanen 3.000 buah per hari dari 3 pohon warisan orangtua di halaman rumah. Dari situlah ia mendapat tambahan penghasilan rata-rata Rp 300.000-Rp 500.000 per hari. Pengepul Manilkara zapota yang datang ke rumah menghargai Rp l0.OOO-Rp l5.000 untuk 100 buah sawo. Dari tangan para pengepul, kesegaran sawo pare sampai ke pedagang dan penggemar di Jakarta, Surabaya, Malang, Bali, Mataram, Mojokerto hingga Kalimantan. (Rahmansyah Dermawan) http://www.cabi.org/isc/datasheet/34560