Kemolekan Lou Han, Kenikmatan Rudi

  • 3 min read

Teras dan ruang tamu sebuah rumah di Banjar Pemenang, Tahanan, Bali, itu kian terasa sesak sejak setahun silam. Sekitar 40 sangkar burung kicauan menggantung di langit-langit. Kandang dalmatian berdiri di sisi teras. Pemiliknya, Rudiyanto, menambah puluhan akuarium di sana. Hobiis yang pengusaha minuman ringan itu tengah gandrung lou han. Tak heran bila belakangan ini Rudi lebih sering begadang. Sebelum memelihara lou han, ia begadang dengan sesama hobiis burung berkicau. Sekarang aktivitas itu bertambah: menikmati pergerakan lou han di tengah keheningan malam. Tak jarang pria tinggi besar itu asyik-masyuk hingga pukul 03.00 dinihari. Yang dilakukan? Seperti hobiis lain, paling hanya mengelus nongnong, menggerak-gerakkan jari tangan dari balik kaca, atau sekadar memandang keelokan ikan hias itu. “Rasanya memberikan kepuasan dan kenikmatan tersendiri,” ujarnya. Lihatlah, aktivitas pertama yang dilakukan usai bangun tidur. Pria asal Jombang, Jawa Timur, itu bergegas menuju ruang keluarga di depan kamarnya. Di sana sembari menyeruput kopi hangat atau mengisap sebatang rokok, ia memelototi pergerakan lou han. Kamfa 15 cm itu ditempatkan di sebuah akuarium besar di lantai 2 rumahnya. Walau kegiatan itu berlangsung hampir setiap pagi, kebosanan tak pernah menghampiri.

Dekat

Beranjak siang barulah ia melangkah menuju pabrik minuman ringan miliknya di belakang rumah. Ketika istirahat tiba, ia kembali menyambangi lou han. Kedua anak dan istrinya juga “terjangkit” kesenangan serupa. Lou han menjadi hobi yang bisa menyatukan keluarga. Maklum, ketika Rudi hobi burung berkicau dan dalmatian, istri dan anak-anaknya tak begitu menggandrungi. Singkat kata kini lou han mewarnai aktivitas sehari-hari. Ketertarikan Rudi pada lou han ketika menyaksikan pameran ikan hias—juga menampilkan lou han—di Plaza Duta, Denpasar. Hobiis itu ibarat jatuh cinta pada pandangan pertama. Begitu melihat sosok ikan nongnong itu, Rudi langsung kepincut. “Sosok dan warnanya unik. Ikan ini dekat dengan manusia karena bisa dielus-elus,” tutur Rudiyanto. Ketika itu ia melihat lou han bergerak lincah ke sana ke mari mengikuti pergerakan jari tangan dari balik akuarium. Keistimewaan lain, “Banyak macamnya dan inovasinya nggak pernah berhenti. Hobiis seperti diajak untuk terus-menerus mengikuti perkembangan, sehingga tidak membosankan,” ujar ayah 2 anak itu. Oleh karena itu ia langsung membeli seekor coronation link 4 cm senilai Rp600.000. Dijual Setelah itu keinginan memiliki cichlasoma seperti tak terbendung. Setiap ada kesempatan dan menemukan ikan berkualitas, Rudi tak menyia-nyiakan. Pembelian biasanya melalui teman di Bali yang mendatangkan dari Malaysia. Sekali pembelian 2—4 ekor berukuran 12—13 cm. Harga bervariasi hingga puluhan juta rupiah. Bagi Rudi ikan termahal yang pernah ia beli adalah jenis kamfa. Dengan ukuran 6 cm, ia merogoh kocek 3.250 ringgit atau sekitar Rp7-juta. Tak pelak lagi dalam waktu singkat koleksi lou han mencapai 60 ekor. Jumlah itu di luar sekitar 100 burayak yang dibeli Rp 10-juta dan tengah diseleksi kualitasnya. Perubahan strain baru lou han memang sangat cepat. Anak ke-5 dari 6 bersaudara itu ingin terus mengikuti perkembangan strain baru. Itulah sebabnya beberapa kali ia menjual ikan “kedaluwarsa” kepada teman temannya. Ketika kamfa naik daun saat ini, misalnya, sarjana Ekonomi itu melepas golden mercury 20 cm seharga Rp 1-juta.

Perawatan Lohan Dilakukan Sendiri

Rudi tak bermaksud mencari laba. “Ikan-ikan itu dijual bukan untuk cari untung. Tapi karena terdorong untuk mencari jenis-jenis baru,” ujarnya. Golden mercury, misalnya, ketika dibeli 5 bulan sebelumnya Rp3-juta. Artinya, secara ekonomis ia rugi Rp2-juta. Malahan acap kali Rudi menjual ikan hanya ratusan ribu, walau membelinya jutaan rupiah. Meski sibuk berbisnis, alumnus Universitas Widyagama Malang itu mengurus sendiri segala tetek-bengek perawatan lou han. Perawatan rutin antara lain penggantian air 4 hari sekali. Pakan juga diberikan sendiri. Dengan melakukan sendiri, Rudi mampu menyelami karakter satwa klangenan itu. Menurut Rudi, karakter lou han ternyata semakin didekati semakin jinak. “Setiap menekuni hobi, saya ingin tahu bagaimana perawatannya. Tujuannya supaya tidak hanya dilihat, tapi juga bisa memperhatikan perkembangannya dan karakter ikan. Untuk sesuatu yg sifatnya hobi, tidak bisa instan. Ia harus dipelajari dari dasar,” ujar Rudi.