Khasiat Ekstrak Buah Merah Untuk Beragam Penyakit

  • 3 min read

Selama ini oleh sebagian orang, buah merah dianggap sebagai panasea alias obat segala penyakit. Padahal, “Tak ada peluru ajaib untuk mengatasi berbagai penyakit,” ujar dr Paulus Wahyudi Halim, pengobat komplementer-memadukan medis dan herbal. Sebaliknya pasien beberapa penyakit tertentu disarankan tak mengkonsumsi sari buah merah. Sebab secara medis dapat membahayakan kesehatan. Contoh, penderita lever disarankan untuk tidak mengkonsumsi sari buah merah. Produk itu berbentuk minyak meski minyak tidak jenuh-sehingga sulit dicerna. Pada kasus Patricia, diketahui fungsi levernya tidak begitu bagus. Lever yang tak berfungsi optimal berdampak pada terganggunya produksi cairan empedu. Empedu berfungsi untuk mencerna lemak. Padahal kadar minyak tak jenuh buah merah amat tinggi. “Beban kerja empedu semakin berat,” ujar dokter alumnus Universita Degli Studi Padova, Italia. Menurut Paulus muntahnya seseorang usai mengkonsumsi buah merah berarti tubuh menolaknya. Bisa juga karena ada campuran lain pada ekstrak buah merah. Menurut Drs I Made Budi MS, produsen buah merah di Jayapura, Papua, endapan pasta menyebabkan rasa gatal saat obat itu diminum. Namun, menurut Wahyu Suprapto, herbalis di Batu, Jawa Timur, tak semua minyak ditolak oleh lever. Hal serupa dikemukakan oleh dr Zainal Gani, pengobat komplementer di Malang, Jawa Timur. “Ada minyak tertentu yang diterima oleh lever, misalnya minyak jenuh rantai pendek,” ujar Wahyu. Minyak nabati seperti minyak kelapa yang diproses dari kelapa pada umumnya berantai pendek. Zainal Gani mencontohkan virgin coconut oil yang dapat diterima lever.

Pengobatan Penderita Autis

Yang tak dianjurkan meminum sari buah merah adalah penderita gangguan ginjal. Buah pinggang-demikian ginjal biasa disebut-berfungsi mengeluarkan atau memisahkan produk buangan metabolisme. “Kalau fungsi ginjal terganggu bagaimana dapat membuang zat-zat yang tak terpakai oleh tubuh?” ujar kelahiran Padang 10 April 1946. Sebab, hingga saat ini zat-zat yang terkandung dalam buah merah belum teridentifikasi secara rinci. Maklum hingga saat ini belum ada standar baku ekstrak buah merah. Misalnya buah merah yang tumbuh di tepi jalan besar yang dilalui kendaraan -bermotor biasanya mengandung timah hitam. Apa itu layak dikonsumsi? Toh, selama ini belum ada kajian khusus berkaitan dengan bahan baku. Jika ginjal tak berfungsi optimal pada akhirnya timbul akumulasi zat beracun sehingga terjadi toksik. Jika terpaksa diberikan, dosisnya amat kecil. Wahyu Suprapto yang dihubungi Mitra Usaha Tani berpendapat sebaliknya. “Tubuh kita didesain unt.uk dapat memetabolismekan bahan organik, bukan bahan anorganik.” Nah, ekstrak buah merah termasuk bahan organik yang sangat mungkin dapat diproses dengan baik oleh tubuh kita. Sebagai filter atau pembersih, ginjal mempunyai gelembung glomorolus yang akan membuang zat yang tak dibutuhkan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan, sistem pencernaan anak-anak autis mengalami gangguan pencernaan. Oleh karena itu mereka sebaiknya tidak mengkonsumsi ekstrak buah merah. Selama ini pengidap autis dilarang menyantap bahan pangan gluten. Apa pun obatnya, Paulus mengingatkan agar kita tak gegabah menelannya. Sebab, “Obat bagus belum tentu cocok. Cocok itu sangat tergantung pada individu,” ujar ahli lepra alumnus All Afrika Leprosy and Rehabilitation Training Center di Ethiopia.

Bioritme

Penderita migrain alias sakit kepala juga disarankan Paulus untuk tidak mengkonsumsi ekstrak buah merah. Beberapa pasiennya melaporkan sakit kepala usai meminum obat itu. “Karena empedunya ngga beres,” ujarnya. Padahal empedu berfungsi sebagai emulsi dari minyak. Efektivitas sebuah obat juga dipengaruhi oleh bioritme. Saat bioritme bagus, dengan konsumsi obat sedikit saja, efektivitasnya semakin meningkat. Demikian sebaliknya. Itulah sebabnya, seorang pengobat sebaiknya mengetahui bioritme pasiennya. Intinya, bioritme berkaitan dengan waktu tepat pemberian obat dan dosis. Bioritme dipengaruhi oleh gaya hidup, stres, lingkungan, dan cara berpikir. “Pada jam-jam tertentu, saya cukup memberikan sepertiga atau setengah dosis yang seharusnya. Tapi pada sore hari saat intensitas stres meningkat, dosisnya juga meningkat,” ujar Paulus. Mata melihat tempat kotor atau telinga mendengar bising terbukti memicu stres. Rangsangan oleh pancaindra akhirnya mempengaruhi bioritme. “Itu tak disadari, meski sangat berpengaruh,” ujarnya. Bioritme mempengaruhi kelenjar dalam tubuh. Saat bioritme jelek, misalnya, mempengaruhi kelenjar melatonin sehingga kita sulit tidur dan merasa tak nyaman. Melatonin merupakan hormon yang mengatur ritme tidur. Sedangkan andil berpikir positif cukup signifikan terhadap proses penyembuhan seseorang. Yakinlah penyakit yang kini diidap dapat diatasi.