Kontes Perdana Serama Terujinya sang Juara

  • 3 min read

Serama milik Ajong memang pantas juara. Dada menonjol ke depan dan sayap lurus searah tubuh. Kombinasi bulu cokelat, hitam merah, dan ekor hitam terlihat mengkilap, bersih, dan terawat. Ia pun jinak dan penurut. Langkahnya gagah dan elok, bak peragawan. “Kecantikannya utuh. Tak ada nilai pengurang sama sekali. Ia menarik perhatian juri karena auto gaya,” ujar Hengky, koordinator juri mengomentari. Namun, bukan berarti ia sempurna. Pertumbuhan ekor belum maksimal, 1 dari 6 bulu ekor sedang tumbuh. Untung saja postur tubuh bagus dan bermental baja, sehingga juara ekshibisi di Pulomas Desember 2003 itu tak kalah bersaing oleh Indo. Dibanding peserta lomba sebelumnya yang dapat dihitung dengan jari. Wajar lomba yang mestinya dibagi menjadi 2 kelas A/B dan C itu digabung. Kelas C rencananya diikuti serama berbobot di atas 501 g, sedang kelas A/B untuk serama kurang dari 501 g. Semua kontestan langsung menuju babak penyisihan pada pukul 10.00, tanpa proses diskualifikasi. kontes ayam seramaMereka ditimbang bobotnya dan dinilai oleh juri di atas 2 meja berukuran 60 cm x 60 cm. Juri terdiri dari 2 kelompok masing-masing beranggotakan 3 orang. Selama 3—5 menit mereka diuji nyali. Babak final dilanjutkan setelah 16 serama dinyatakan tersisih. Pada pukul 12.53, sepuluh serama yang lolos diundang kembali di atas catwalk. Kali ini juri berhasil menetapkan 6 juara setelah menilai selama 50 menit. Acuan menilai ayam hasil cetakan Wee Yean Een warga Kelantan itu diadopsi dari negeri Jiran, lalu digodok oleh hobiis serama di Indonesia. Menurut Hengky, penilaian di Indonesia lebih longgar karena para hobiis tergolong baru. Kepala dan jengger dinilai 10%, gaya atas 10%, dan gaya bawah 15%. Struktur tubuh diberi bobot 10%, sayap 5%, dan kaki 5%. Ekor pedang dihadiahi 10% dan ekor utama 15%. Yang tak kalah penting keindahan dan kesehatan serama, meliputi bulu 5% dan warna 5%, kondisi tubuh 5%, dan berat 5%.

Serama Kualitas Bagus

Yang menarik, kualitas peserta hampir merata. Menurut Hengky, kendala utama penilaian adalah masih banyak serama yang liar. Banyak serama berpostur bagus, tapi tak jinak. Itu menyulitkan juri untuk menilai maksimal gaya ayam berdada Arnold Schwarzenegger itu. “Karena tidak jinak, nilainya berkurang. Sebaliknya yang jinak dan pandai bergaya diberi nilai plus, walau postur tak terlalu menonjol,” ujar pria berkumis tebal itu. Kurang jinaknya ayam ditengarai karena rendahnya frekuensi latihan. Perawatan juga kurang, terbukti banyak ayam berpostur bagus, tapi penampilan kurang prima. Misal, ada kutu di bulu-bulu sayap, kaki kurapan, dan bulu rontok. “Serama di Indonesia umumnya kurang dirawat,” ujar Ir Ahmad Yusuf, hobiis di Mampang, Jakarta Selatan. Pasalnya, hobiis berusaha memperbanyak serama yang notabene sulit diproduksi massal. Ayam dijadikan indukan dan diumbar di pekarangan. Padahal, “Agar serama berkualitas kontes mestinya dikandangkan di sangkar batere dan tak dilepas bebas,” tambahnya.