Manggis Lingsar: Si putih Dari Lombok
- 4 min read
Kejadian 10 tahun silam itu kini berulang setiap kali Garcinia mangostana berbuah di Batumekar. Sepanjang musim panen yang berlangsung pada November hingga Januari minimal 35 ton keluar dari desa berjarak tempuh sekitar 1 jam dari Mataram ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat. Buah tak melulu berasal dari gudang milik Gede, tapi juga dari gudang Nengah Budiasta. Keduanya memang pengepul besar di sana. Manggis dikumpulkan dari pohon-pohon milik warga Lingsar yang ditanam rapi mulai dari pekarangan rumah hingga di tegalan-tegalan. Pemandangan itulah yang Mitra Usaha Tani saksikan kala berkunjung ke Lombok pada akhir tahun silam. Sepanjang perjalanan dari Mataram menuju Lingsar melintasi Suranadi, deretan pohon anggota famili Guttiferae itu ada di mana-mana. Maklum, “Menanam manggis di sini prestise. Dulu hanya kalangan bangsawan yang menanam,” tutur Ir Achmad Sarjana, MSi, kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB. Kini siapa saja boleh menanam. Kepemilikannya mulai dari hanya 3- 5 pohon di halaman rumah penduduk biasa sampai 50-100 pohon di kediaman para keturunan bangsawan. Di Suranadi Mitra Usaha Tani melihat sebuah rumah berpagar tembok tinggi bergaya Bali dikelilingi puluhan pohon manggis setinggi sekitar 5 meter.
Harga Manggis lingsar dipasaran Lebih mahal
Dari pohon-pohon itulah Gede dan Nengah mendapatkan pasokan. Di gudang mereka, manggis putih jenis manggis asal Lingsar yang jadi incaran langsung disortir oleh perwakilan ekspotir asal Bali itu. Buah yang lolos seleksi mesti berpenampilan mulus, bebas getah kuning, belum masak benar, warna kulit kuning kemerahan, tangkai buah relatif panjang, dan kelopak buah berwarna hijau segar. Kerabat mundu Garcinia dulcis itu dikemas rapi dalam keranjang plastik khusus supaya tidak saling berbenturan. Maklum konsumen di negara tujuan Taiwan terbilang cerewet soal kualitas shan zhu sebutan manggis di sana. Toh untuk itu mereka berani membeli mahal. Harga di tingkat pekebun Rp6.500- Rp7.500 per kg, sementara untuk pasar lokal cuma Rp3.500-Rp4.000. Makanya bila hujan mengguyur Bumi Selaparang (sela=batu, parang=karang, sebutan lain Lombok, red), selama 1 minggu berturut-turut pemilik pohon bakal gundah-gulana. Maklum eksportir tak mau menampung karena kualitas turun. Seperti itulah kejadian 3 tahun silam. Produksi manggis melorot lantaran buah berjatuhan tersiram air hujan dan tertiup angin kencang. Karena terkena benturan, buah rusak. Di luar itu, “Berapa pun mereka tampung asal sesuai syarat,” kata Achmad Sarjana. Dengan produksi pada 2001, 2002, 2003, dan 2004 masing-masing sebesar 201 ton, 93 ton, 201 ton, dan 288 ton, baru sekitar 12-36% produksi manggis lingsar yang lolos ekspor. Sisanya laku untuk pasar lokal di Bali, Surabaya, dan Jakarta. Panen pada 2005 diprediksi meningkat lantaran musim panen bakal panjang, mulai Desember hingga April.
Pohon Manggis tua
Dibanding sentra lain, bisa jadi nama Lingsar masih kalah populer sebagai sumber dao nian zi-sebutan manggis di Cina. Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, mencatat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat sebagai penghasil manggis. Tidak terdapat nama NTB di sana. Beberapa eksportir di Jakarta yang Mitra Usaha Tani hubungi tidak tahu nun di timur Indonesia ada ratu buah istimewa. Manggis putih bercitarasa manis tanpa asam dan berdaging putih bersih. Pantas bila Ratu Karang Bayan menanam 80 pohon di halaman kerajaan pada 1759. Mitra Usaha Tani menyaksikan jejak asal usul buah manggis itu di 2 lokasi kebun. Di halaman dalam Taman Pura Lingsar ada 110 pohon berumur ratusan tahun berjajar rapi dengan jarak tanam 10 m x 10 m. Pohon-pohon lebih tua menghiasi kawasan wisata Taman Air Narmada. Konon dahulu permaisuri dan putri kerajaan kerap mandi di sana. Hingga kini pohon-pohon warisan itu masih berproduksi baik.
Perbanyakan Makin dikembangkan
Memang dibandingkan sentra lain seperti Puspahiang, Tasikmalaya, volume ekspor dari pulau berbentuk topi bangsawan Inggis itu masih kecil. Dengan produksi 10.000 ton per tahun, manggis puspahiang menyetor 50% volume ekspor nasional. Dari kota penghasil kelom geulis itu manggu sebutan untuk ratu buah di tanah Sunda-melanglang ke Jepang, Cina, Belanda, Hongkong, Taiwan, dan Timur Tengah. Toh, peluang pasar yang kian terbentang membuat penduduk Bumi Selaparang kian getol memperluas penanaman. Kalau semula manggis tersentra di Lingsar, Narmada, dan Suranadi, kini menyebar hingga hampir seluruh Lombok. Tanaman buah eksotis itu muncul di sela-sela tanaman padi milik warga. Manggis ditanam di tengah guludan dikelilingi air genangan sawah. Kala kemarau tiba, padi digantikan oleh tanaman palawija seperti kacang tanah. Ada juga yang menanam di tegalan berdampingan dengan tanaman buah lain seperti rambutan Para penangkar pun giat memperbanyak bibit. Kalau semula calon pekebun mengandalkan bibit asal biji, kini bakal tanaman diperbanyak dengan cara sambung pucuk dan susuan. Keunggulan bibit vegetatif, berbuah lebih cepat-2,5 tahun sejak tanam ketimbang asal biji yang mesti menunggu 4-5 tahun. Kala sang ratu kelak berbuah, keranjang-keranjang plastik siap menunggu untuk membawa si putih terbang melintas negara.