Mengunjungi Farm Itik Terpadu di Kota Udang
- 5 min read
Sebanyak 32 bangunan masing-masing berukuran 75 m x 15 m itu berjajar rapi. Bangunan beratap asbes itu berdinding bawah batako; atas kawat besi. Di kandang-kandang itulah PT Adess Sumberhidup Dinamika-populer dengan sebutan Addfarm-mengelola ribuan itik petelur. Populasi per blok 10.000 ekor atau total jenderal 320.000 itik. Farm di Kalipasung, Cirebon, itu bagian dari ekowisata terpadu yang menarik untuk dikunjungi. dd farm menjadikan pengelolaan itik itu sebagai salah satu objek wisata dengan meluncurkan Exciting Cirebon. Tentu saja yang ditawarkan bukan sekadar riuh rendah ribuan itik sepanjang waktu. Jika tertarik Anda bakal dijemput di Jakarta dengan bus berpendingin menuju kota udang itu. Kharisma, hotel berbintang 3 di pusat kota Cirebon, menjanjikan kenyamanan selama Anda tetirah di sana. Di Farm Kalipasung pengunjung dapat melihat betapa itik amat dimanjakan. Mereka mendiami kandang mewah yang dibangun permanen, lantai disemen dan dialasi jerami. Kamar berupa ruang besar yang disekat papan setinggi 60 cm. Setiap kandang dibagi 10 kamar berukuran 15 m x 7 m dan dihuni 1.000 ekor atau 10.000 ekor/blok. Di luar kandang disediakan wadah 1 x 3 m sebagai tempat pakan. Fasilitas lain berupa arena terbuka untuk bermain yang dikerudungi jaring tipis. Menurut direktur Add Farm, tujuannya menangkap bulu halus yang beterbangan sebagai pengisi bagian dalam jas. Permintaan itu datang dari Belgia dengan harga US$35/kg. Kandang berada di satu blok yang diasuh oleh 4 karyawan. Mereka bertugas memanen telur, memberi pakan pagi, siang, dan petang. Setiap blok dipisahkan jalan semen yang rapi. Dari 320.000 ekor diharapkan itik berproduksi 50% atau 160.000 telur per hari.
Penggilingan padi
Untuk menjamin ketersediaan pakan, Add Farm membangun penggilingan gabah di bagian depan faim. “Kalau tidak punya sumber pakan kami kewalahan karena berhadapan dengan tingginya pakan ternak. Karena itulah kita coba memodifikasi pakan dengan memanfaatkan menir dan bahan dari laut,” tutur Ade Suhidin. Menir atau pecahan beras menu pokok. Karena kapasitas produksi terbatas kekurangan dipasok dari penggilingan unit lain. Kebutuhan protein dicukupi dengan membudidayakan kerang hijau di bagan. Ada 45 bagan bambu didirikan di laut, 1 km dari lokasi peternakan. Setiap unit menghabiskan biaya Rp4,5-juta. Setelah dengan produksi 5 ton. Kerang ukuran besar dijual untuk konsumsi manusia; kecil untuk pakan itik. Sumber protein lain berupa ikan pirik dan ecol yang dihasilkan bagan ikan kerapu. Mengandalkan bagan ternyata tak mencukupi. Itulah sebabnya Add farm mengoperasikan 100 perahu penangkap ikan pirik. Saat ini baru 25 perahu yang siap operasi. Biaya pembuatan perahu Rpl7,5-juta/buah yang diawaki 4 orang. Mereka mencari ikan di laut sekitar Cirebon. Setelah itu berlabuh di kanal yang mengelilingi peternakan. Selain sebagai tempat berlabuh, sebagian kanal selebar 8-10 m itu dijadikan tambak untuk memelihara ikan air payau. Menurut Ir Ririn, penanggung jawab ikan dan kepiting, di kanal itu ditebar 8.000 ekor bandeng. Pakan berupa klekap sejenis lumut, dan pakan tambahan sisa roti. Harga benih bandeng Rp 150/ekor. Setelah dipelihara 4 bulan dijual Rp7.500 per kg. Bahkan pada waisak melonjak Rp25.000/ekor. Secara bertahap populasi ikan akan ditingkatkan hingga 30.000 ekor. Di muara kanal pengunjung bisa menyaksikan puluhan karamba bambu tempat memelihara kepiting. Keramba itu berukuran 3 x 2,5 x 2,5 m3 dan 2,5 x 2 x 2,5 m3 berpopulasi 200-300 ekor. Dinding tertutup rapat agar kepiting tak lolos. Pakan dimasukkan lewat lubang persegi panjang di bagian atas karamba. Bibit dibeli dari Indramayu, Probolinggo, dan Lamongan. Bibit berisi 27 ekor/kg ukuran 5-6 cm dengan harga Rp 12.500/ kg. Setelah 4-5 bulan kepiting dijual Rp45.000/kg berisi 2 ekor kepiting telur dan Rp 17.500 kepiting biasa. Setiap pagi hewan bercangkang itu diberi pakan ikan pirik. Kepiting menikmati bangkai itik bakar yang dicacah pada sore hari. Setiap hari 25-30 ekor itik peliharaan mati karena sakit. Untuk membakarnya, dibangun krematorium kecil.
Sulap lahan margin
Farm terpadu itu terletak di Kalipasung, 22 km dari pust Kota Cirebon ke arah timur. Kawasan di bibir pantai itu sebelumnya lahan margin yang tidak termanfaatkan. Namun, sejak 2002, Add Farm menyulapnya menjadi areal produktif dengan membenamkan dana RplO-miliar. Untuk menghijaukan areal terbuka dan gersang itu ditanami kelapa hibrida. Beberapa bungalo yang akan dibangun untuk disewakan bagi pengunjung yang ingin belajar seluk beluk budidaya itik. Paket ekowisata Add Farm tidak berakhir di Kalipasung. Wisatawan Exciting Cirebon akan diantar ke farm di Cikulak, Cirebon. Proses pembibitan itik, mulai penetasan hingga itik remaja menjadi suguhan menarik. Di tempat itu ada 10 blok masing-masing sebuah untuk penetasan; 9 untuk pembesaran. Telur ditetaskan secara tradisional dan mesin. Cara tradisional memanfaatkan mesin tetas dengan lampu teplok sebagai sumber panas. Setiap mesin terdiri atas atas 6 rak dengan total kapasitas 600 telur. Dengan suhu 37°°C telur menetas dalam 28 hari. Penetasan dengan mesin tradisional cukup merepotkan. Sebab telur harus di bolak balik secara periodik. Karena itulah yang sering dioperasikan mesin tetas modem.
Mesin modern
Add Farm memiliki ahli sortir antara bebek jantan dan betina. Add Farm mengoperasikan 2 mesin tetas chick master yang diimpor dari Amerika Serikat. Kedua mesin berukuran 3 m x 5 m itu mampu “mengerami” 115.640 telur. Telur disusun miring di atas rak. Keberhasilan mesin penetas itu 60%. Setelah “dierami” 25 hari, telur dipindahkan ke mesin setter selama 3 hari. Di mesin itulah telur menetas dengan persentase 80%. Menurut Sugeng Sunardi, penanggung jawab pembibitan, produksi DOD (day old duck) 15.000 ekor/ minggu. DOD dipelihara di blok pembesaran yang terdiri atas 10 kandang ukuran 5x7 m2. Sebagian besar DOD dibeli oleh peternak plasma untuk dipelihara. Yang tidak terjual dipindahkan ke blok starter (1–30 hari). Bebek kemudian dipindahkan ke blok pembesaran umur 1-2 bulan. Dari tempat itu itik dipindah lagi ke blok umur 2-4 bulan. Lolos dari tempat itu itik siap disalurkan ke-3 farm milik Add Farm. Pada umur 5 bulan peternak pun menjual balik peliharaannya yang dibeli saat ke Add Farm. Setelah dipelihara 1 bulan oleh Add Farm itik siap bertelur. Menurut Fathi Nur Fathinaturrahmi Spt, site manager farm Cikulak, tingkat mortalitas itik mereka amat rendah, hanya 5%. Itik relatif jarang terserang penyakit serius. Ia pun beda dengan ayam, “Satu sakit yang lain tertular,” tutur Diah Rahmawati, dokter hewan lulusan IPB. Untuk mencegah penyakit, jerami bekas pakai segera dibakar sehingga memutus siklus hama dan penyakit. Untuk informasi mengenai tour lengkap hubungi :Bambang dan Riyan. PT Adess Sumberhidup Dinamika (Add Farm), Menara Kadin Indonesia Lt. PH-1, Jl. H.R Rasuna Said Blok X-5 Kav 2 - 3 Teip : (021)-57904018 ext. 129, 136,115. Faks: 57904017.