Merah Putih Berkibar di Niigata

  • 3 min read

Keikutsertaan Tan Peng Lung pada 21th All Japan Combine Young Koi Show pertengahan April tahun ini di Niigata berbuah manis. Runner up juara umum berhasil dibopong pulang. Prestasi anak negeri itu kian membanggakan lantaran pagelaran itu diikuti oleh koi-koi terbaik seluruh farm terkemuka di seantero Jepang. Nama-nama farm besar seperti Sakai, Dainichi, Konishi hingga Ogata akrab di kuping hobiis tanah air. Koi keluaran mereka diakui berkualitas tinggi. Itulah pesaing berat Tan Peng Lung tatkala lomba. Meski hanya berlaga dengan 30 ekor, koi-koi milik hobiis di Jakarta itu setengahnya sukses mendulang juara. Di katagori sanke kelas 15-20 cm, juara ke-1 direbutnya. Jejak serupa diikuti oleh bekko yang turun di kelas 10-15 cm. Di ukuran lebih besar, kelas 50 cm- 60 cm, 2 ikan katagori sanke dan aigoromo meraih runner up. Yang lain seperti kohaku, showa, dan taisho sanshoku sukses menggenggam juara ke-3. Juara umum ke-2 diperoleh setelah pemilik Royal Koi Center itu meraih total nilai 42. Gelar paling bergengsi, grand champion, akhirnya menjadi milik Sakai Fish Farm salah satu farm terkemuka diJepang. Sanke koleksinya di kelas 50 cm- 60 cm dinobatkan sebagai yang terbaik. “Putih tubuhnya seperti susu dengan pattern merah dan hitam tebal. Ia pantas sebagai grand champion,” tutur Tan Peng Lung. Koi itu diyakini bermasa depan cerah, sehingga pemiliknya mematok harga 5 juta yen setara Rp360-juta.

Shinkokai berkualitas

Kontes Japan Combine Young Koi Show ini berlangsung sekali setahun menjelang musim panas. Even itu selalu diadakan di Provinsi Niigata. Maklum provinsi di utara negeri matahari terbit itu merupakan kiblat koi dunia. Embel-embel Young menunjukkan kontes terbatas untuk ikan-ikan berukuran 10-65 cm. Di atas 65 cm hingga jumbo diwadahi di All Japan Combine Koi Show yang berlangsung setiap Januari di Tokyo. Ajang All Japan Combine Young Koi Show sangat bergengsi lantaran juri-jurinya ditunjuk dari Zen Nippon Nishikigoi Shinkokai. Juri shinkokai merupakan juri profesional yang dikenal sangat ketat dan teliti. Mereka terdiri dari kumpulan pedagang-pedagang koi yang notabene mempunyai farm. Wajar bila seluruh farm kecil hingga besar “wajib” ikut. Semua koi-koi simpanan dikeluarkan dari sarang. Padahal, di luar lomba sungguh sulit melongok koi-koi itu. Ada perbedaan cara penilaian para juri profesional itu. Shinkokai lebih menekankan pada kualitas dasar ikan. Selain body, sisik, dan pattern, kecerahan serta ketebalan warna sangat menentukan. Sedikit terlihat kekuningan di atas dasar putih alamat didiskualifikasi. Berbeda dengan juri-juri dari Zen Nippon Airingkai (ZNA). “Mereka lebih menekankan motif,’ ucap Tan Peng Lung. Hobiis dan pemerhati Menurut sarjana ekonomi dari perguruan tinggi di Kobe itu, juri ZNA dikelompokkan sebagai juri amatir. Maklum yang duduk di sana lebih banyak hobiis, pemerhati hingga peneliti koi. Mereka rata-rata tidak memiliki farm. Di Indonesia sendiri mengacu pada ZNA sehingga kontes selalu diembel-embeli nama ZNA. Namun, pada pagelaran itu sering ada kekeliruan. Juri shinkokai acapkali diundang menilai meski ketua tim juri dari kelompok ZNA. Sebetulnya yang berhak menilai kontes ZNA adalah juri dari ZNA. Tidak boleh juri dari asosiasi lain. Begitupula sebaliknya. Di Jepang peraturan itu sangat ketat diberlakukan. Toh, di balik kekeliruan tersebut ada pelajaran yang bisa dipetik oleh para insan koi Nusantara soal kecermatan penjurian. Seperti kejadian saat Ist ZNA Jakarta Koi Show 2001. H Isa, juri shinkokai diakui panitia benar-benar sangat teliti. “Saat penilaian, kohaku juara sampai diangkat dan diraba. Cara itu jarang dilakukan di kontes-kontes sebelumnya,” tutur Roy Andre Da Costa, hobiis di Bandung yang ditemui Mitra Usaha Tani saat lomba.