Mint: Bersandar pada Negeri Jiran atau Swasembada?

  • 4 min read

Jutaan dolar devisa Indonesia mengalir deras ke mancanegara. Maklum untuk memenuhi kebutuhan berbagai industri, kita terpaksa mengimpor mint. Volume impor pada 2003 menurut Badan Pusat Statistik tercatat 281.175 kg senilai US$2.385.757. Dari volume itu 200 ton di antaranya merupakan minyak asiri Mentha piperita. Volume tahun sebelumnya 238.522 kg (US$1.655.054). Impor terbesar dari Cina, lebih dari sepertiga volume. Impor lainnya dari Filipina, Belanda, dan Singapura. Di pasaran internasional harga sekilo peppermint hasil sulingan daun Mentha piperita mencapai Rp500.000. Sedangkan harga cornmint-hasil sulingan daun Mentha arvensis-Rp300.000.

Lima jenis Mint Unggulan

Antara peppermint dan cornmint sejatinya mirip. Bedanya, pepermint rasanya manis dan lembut lantaran mengandung menthofuran dan jasmon. Sedangkan rasa cornmint agak getir gara-gara terdapat senyawa furtural. Komponen lain sama seperti menthol, methone, dan methil ester. Di pasaran dunia dikenal 5 minyak menthol yang lazim dimanfaatkan berbagai industri. Selain 2 di atas, 3 lainnya adalah spearmint hasil sulingan Mentha spicata dan M cardiata, pennyroyal (M pulegiurn), dan bergamot mint (M citrata). Apa pun jenis minyaknya, cara pengolahannya sama saja. Perbedaan sebutan minyak berdasarkan spesies tanaman. Bagian tanaman yang disuling adalah daun yang kandungan mentholnya meningkat pesat setelah berbunga. Alat penyuling sama dengan penyuling asiri lain seperti nilam, berupa tabung setinggi 1 m. Daun mint setelah dikering anginkan dimasukkan ke dalamnya. Kemudian kompor di bawah tabung dinyalakan . Minyak hasil sulingan itulah yang dibutuhkan oleh beragam industri dalam negeri. Sayang, lantaran produksi mandek, apa boleh buat Indonesia mengandalkan pasokan mancanegara.

Banyak dicari kalangan industri

Daun segar lazim diseduh untuk mengatasi perut kembung dan batuk yang tak kunjung sembuh. Selain itu tumbukan daun dan kapur berfaedah mengatasi sakit kepala. Dalam skala industri mint diperlukan sebagai campuran dalam berbagai produk seperti balsam, jamu, minyak angin, minuman, parfum, pasta gigi, permen, rokok, dan sampo. PT Sido Muncul, misalnya, memanfaatkannya sebagai tambahan bahan jamu tolak angin. Sebagai penyedap menthol menempati peringkat ke-3 setelah vanili dan jarak. Meski fungsinya sebagai penyedap, kehadirannya amat diperlukan untuk menambah cita rasa sebuah produk. Maklum aromanya memang harum dan memberikan perasaan dingin lantaran menthol bersifat pemati rasa diferensial. Di samping menthol alami hasil sulingan beragam tanaman mint, dunia juga menyediakan menthol “aspal” alias asli tapi palsu. Menthol sintesis itu diproses dari zat sitronela yang dikandung daun sereh Cymbopogon nardus. Selain mengandung 54% sitronela, tanaman asal Sri Lanka itu juga berkadar 26-45% geraniol dan metil heptonom. Menurut Dr Endang Hadipoentiyanti, peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), tingginya kebutuhan mint mestinya memunculkan peluang untuk mengebunkannya. Lagi pula tanaman asal Mediterania itu bukan barang baru bagi Indonesia. Sejak 1945 Mentha piperita dan Mentha arvensis telah diperkenalkan. Yang disebut pertama sudah diuji coba di berbagai daerah seperti Bandung, Cianjur, Garut, dan Sukabumi. Mentha piperita memang adaptif di dataran tinggi; M arvensis, dataran rendah dan diuji coba di Jombang dan Tulungagung, keduanya di Jawa Timur. Hasil uji menunjukkan kadar menthol mencapai 58,6-64% dan menthofuran 7%. Itu sesuai dengan standar internasional. Memang hasil itu belum stabil karena dipengaruhi teknik budidaya dan varietas. Contoh, M arvensis var. ryokubi ketika ditanam di atas ketinggian 1.200 m dpi kandungan menthol anjlok, cuma 46%. Dengan demikian dari 26 spesies yang terdapat di dunia, yang berpeluang dikebunkan di Indonesia adalah Mentha piperita dan Mentha arvensis. Di Kebun Percobaan Manoko, Lembang Kabupaten Bandung, terdapat 18 varietas mint.

Harus Dalam keadaan Segar

Tanaman mint yang umumnya menjalar menyebabkan ia rentan serangan busuk daun. Jika itu dianggap masalah, Balittro telah menghasilkan varietas baru yang tegak. Namanya Mentha piperita manoko. Kandungan mentolnya juga tinggi, lebih dari 50% sehingga layak dikembangkan . Menurut Makmun BSc, kepala Laboratorium Fisiologi Hasil Balittro, saat paling tepat memanen mint ketika tanaman berbunga. Ketika itulah kadar mentol amat tinggi. Sayangnya, di Indonesia panjang harinya relatif pendek, sekitar 12 jam, sehingga mint sulit berbunga. Agar berbunga, mint membutuhkan penyinaran 14-16 jam per hari. Untuk itu penambahan penyinaran dengan lampu neon memang diperlukan. Hambatan lain, “Lokasi budidaya di dataran tinggi berarti harus bersaing dengan sayuran. Ini berat,” ujar Endang. Sentra sayuran seperti kentang, bawang putih, wortel, dan selada umumnya memang di dataran tinggi. Saat ini oleh beberapa perusahaan mint hanya ditanam beberapa bedengan sebagai sayuran rempah. Contoh, PT Raw Nature milik Marco de Leonardis di Bedugul, Bali. Perusahaan itu membudidayakan mint dan puluhan sayuran rempah lain secara organik di tepi Danau Buyan. Hasil panen dikonsumsi segar, bukan disuling untuk diambil minyaknya. Pasarnya adalah hotel dan restoran di Bali. Hal sama ditempuh PT Tierra Alta di Sukabumi, Jawa Barat. Harga per ikat mencapai puluhan ribu rupiah. Tunas mudanya, terutama jenis arvensis yang populer disebut daun poko memang lezat sebagai lalap. PT Sido Muncul di Semarang, Jawa Tengah, baru sebatas mengoleksi berbagai mint. “Kami masih meneliti rendemennya,” kata Bambang Supartoko dari PT Sido Muncul. Itulah sebabnya produsen jamu itu mengandalkan pasokan impor. Anggota famili Labiatae itu memang banyak dibutuhkan berbagai industri. Hingga saat ini kontinuitas pasokannya masih bersandar pada negeri jiran. Meski sebenarnya peluang untuk mengebunkannya terbuka. Namun, sejumlah hambatan siap menghadang. Pada 1990-an PT Unilever Indonesia dan Grup Salim pernah bekerja sama dengan Balittro untuk memproduksi mint. Bertahan 2 tahun, akhirnya kerja sama itu mati muda. Tak jelas apa penyebabnya. Menurut Bambang Supartoko, saat ini mengimpor menthol relatif murah ketimbang harus memproduksi sendiri.