Penggunaan Nematoda Entomopatogen Untuk Menekan Serangan Hama Gayas

  • 8 min read

Karena dampak negatif dari penggunaan insektisida kimia, pemerintah telah merancang Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui berbagai peraturan dan keputusan. Salah satu komponennya adalah pengendalian hama secara hayati dengan menggunakan parasit, predator, virus, jamur, bakteri dan nematoda entomopatogen.

Nematoda entomopatogen dapat menghilangkan serangga hama secara efektif ketika berperan sebagai endoparasit. Selain itu, PHT juga mencakup metode mekanik seperti menggunakan alat pembersih, penangkal, dan fisik lainnya untuk membuat lingkungan yang tidak ramah terhadap hama.

Nematoda memiliki keunggulan sebagai agensia pengendalian hayati karena memiliki kemampuan untuk menemukan inang secara aktif, selektif terhadap jenis serangga tertentu, dan mampu membunuh inang dalam waktu singkat. Juga, nematoda dapat digunakan bersama dengan insektisida secara sinergistik, mudah dikembangkan secara massal, dan aman bagi organisme non-target dan lingkungan.

Ulat Gayas (Lepidiota stigma) atau yang akrab disebut Uret merupakan salah satu hama yang dapat merusak tanaman, mulai dari singkong, pisang, jagung, hingga tanaman sayuran. Setiap tahun, bahaya yang ditimbulkan oleh hama ini biasanya akan terlihat saat musim kemarau tiba. Oleh karena itu, sangat penting bagi para petani untuk mengantisipasi serangan ulat gayas dengan cara seperti menyiram tanaman secara teratur dan menanam benih yang berkualitas. Hal ini bertujuan agar tanaman bisa lebih tahan terhadap serangan hama yang menjadi ancaman bagi petani.

Ulat Gayas adalah salah satu binatang yang memiliki siklus hidup sempurna melalui beberapa fase. Proses awal dimulai dari Kumbang Dewasa yang bertelur di tanah yang agak teduh. Setelah dua minggu, telur mulai menjalani proses pertumbuhan dan berkembang menjadi larva kecil (Instar). Larva ini mengalami dua kali perkembangan dengan cara berganti kulit dan dapat menggali tanah sampai kedalaman 5 meter.

Fase Larva dapat bertahan antara Januari hingga Juli/Agustus yang sering menyerang tanaman singkong. Pada bulan Agustus hingga Oktober, Larva akan berubah menjadi pupa dan kemudian menjadi Kumbang lagi. Hal ini akan berulang secara teratur dan berlanjut sampai akhir siklus hidupnya. Ulat Gayas juga dapat menyebarkan penyakit yang berbahaya pada tanaman, sehingga penting bagi petani untuk mengawasi kondisi kebun mereka dan menerapkan pengendalian hama yang tepat

Ulat Gayas umumnya menyerang tanaman dengan memakan sistem perakarannya sehingga menyebabkan tanaman menjadi layu dan mati. Walaupun begitu, serangan Ulat Gayas cukup susah dilihat karena habitatnya berada di bawah tanah dan mereka biasanya akan semakin turun ke bawah tanah di siang hari untuk menghindari panas matahari. Gejala serangan Ulat Gayas hanya bisa diketahui setelah tanaman menunjukkan daunnya layu dan gugur, begitu juga dengan jagung dan pisang.

Pengendalian Ulat Gayas

Pengendalian ulat gayas melibatkan pemantauan dan pengamatan teratur, pengendalian biologis, dan penggunaan insektisida. Pemantauan dan pengamatan teratur dapat membantu menentukan saat tepat untuk melakukan pengendalian dan mengurangi biaya. Pengendalian biologis, seperti penggunaan pembasmi hayati, dapat digunakan untuk mengurangi populasi ulat gayas. Penggunaan insektisida juga dapat digunakan dengan hati-hati untuk membasmi ulat gayas.

  • Pengendalian Ulat Gayas tentu tidaklah mudah karena mereka hidup di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu, teknik pengendaliannya meliputi metode mekanis, biologis, dan kimiawi. Metode mekanis meliputi pengumpulan hama Ulat Gayas secara rutin saat pengolahan lahan pada bulan Juli-September, serta pengumpulan Kumbang Dewasa selama musim Oktober-Desember. Selain itu, pergantian tanaman yang bukan inang di lokasi yang sering diserang gayas untuk memutus rantai makanan, Pemberian/Penanaman tanaman yang tahan terhadap serangan di lahan yang sering diserang, dan membuat perangkap tanaman dengan menyiram tanaman singkong yang teduh dengan air juga dapat dilakukan.
  • Pengendalian secara biologis merupakan metode yang aman dan ramah lingkungan untuk mengatasi hama. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menggunakan agen hayati seperti jamur Metarhizium Anisopliae dan Beauveria Bassiana. Kedua jamur ini dapat dicampurkan dengan pupuk kandang dan difermentasi selama dua minggu sebelum ditebar saat proses pengolahan lahan. Infeksi akan ditularkan dari hama yang terinfeksi ke hama lain yang berada dalam kontak fisik. Jamur ini aman bagi makhluk hidup lainnya, tetapi harus diimbangi dengan pengairan yang tepat untuk mempertahankan kelembaban tanah yang diperlukan. Selain itu, teknik lain seperti perangkap dan penggunaan insektisida juga dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan hama.
  • Pengendalian hama uret secara kimiawi masih dapat dilakukan, namun kurang direkomendasikan karena dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, kurang efektif, dan mahal. Sebagai gantinya, solusi yang lebih efektif dapat dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida tabur merk dagang Diazinon yang diaplikasikan dengan cara ditabur di lubang tanam. Selain itu, pengendalian hama uret juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan pupuk berkualitas, menyiram tanaman secara teratur, dan memotong daun yang rusak. Dengan melakukan hal ini, tanaman akan lebih terlindungi dari hama uret.

Serangan hama nematoda alias kumbang ampai telah membuat produksi tebu anjlok hingga 50%. Penyebabnya adalah gayas yang bersembunyi di bawah tanah hingga kedalaman 10 meter. Pada saat kumbang ampai terkena sinar matahari lebih dari 5 menit, tubuhnya akan menghitam dan mati. Sayangnya, gayas ini mampu bertahan hidup pada tanaman inang seperti jagung, karet, kopi, dan singkong.

Salah satu cara untuk mengatasi serangan gayas ini adalah dengan menggunakan musuh alami berupa nematoda entomopatogen Steinemema spp sebagaimana yang diteliti oleh Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Salah satu cara lainnya adalah dengan mengurangi tingkat kelembaban di sekitar tanaman inang, karena gayas cenderung tumbuh dengan baik di lingkungan lembab.

[caption id=“attachment_16140” align=“aligncenter” width=“390”]Tebu salah satu tanaman yang disukai nematoda pada tanaman Tebu salah satu tanaman yang disukai gayas[/caption]

Aplikasi Nematoda Pada Tanaman Telah Teruji

Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya melakukan uji lapang di lahan tebu di Desa Plosokandang, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung untuk mengetahui manfaat nematoda entomopatogen. Nematoda entomopatogen ini berasal dari bahasa Yunani: entomon (serangga) dan patogen (penyebab penyakit).

Petani membudidayakan tanaman tebu varietas BR-642 berumur 2 bulan dan mengocorkan suspensi nematoda di atas permukaan tanah pada sisi tanaman tebu yang telah diinfestasi hama gayas, dengan dosis 12.500 IJ pertanaman.

Setelah 48 jam, banyak hama gayas yang mati. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nematoda entomopatogen bisa menjadi cara yang efektif dalam mengendalikan hama gayas di lahan tebu. Selain itu, studi ini juga menyoroti potensi untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang manfaat nematoda entomopatogen dalam mengurangi infestasi hama gayas.

[caption id=“attachment_16141” align=“aligncenter” width=“446”]serangan hama Uret kumbang gayas bersifat polifagus Uret kumbang gayas bersifat polifagus[/caption]

Hama Tanaman Turun drastis

Nematoda menjadi salah satu pengendali hama gayas yang efektif dan ramah lingkungan. Setelah berhasil masuk ke tubuh inang, nematoda melepaskan bakteri simbionnya ke haemolimpe, yang merupakan cairan transparan yang mengangkut hormon, nutrisi, dan oksigen uret gayas. Hal ini berkontribusi dalam membunuh inang dalam waktu 24-48 jam.

Larva L stigma adalah inang utama nematoda Steinernema spp. dan jantan dan betina masuk ke tubuh inang untuk bereproduksi. Penggunaan nematoda entomopatogen dalam mengendalikan serangan hama gayas di lahan tebu banyak dimanfaatkan oleh petani, karena hanya memerlukan 20 spon untuk lahan 1 ha dan biaya pengendaliannya relatif murah.

Serangan Hama Nematoda Pada Tanaman Tebu

Nematoda memiliki keunggulan sebagai agen pengendalian hayati, seperti kemampuan untuk mencari inang secara aktif, sifat selektif terhadap jenis serangga tertentu, kemampuan untuk membunuh inang dalam waktu relatif singkat, dapat digunakan bersamaan dengan insektisida, mudah untuk diproduksi secara massal, dan aman bagi organisme non target dan lingkungan.

Petani tebu juga dapat menggabungkan strategi lain seperti pemberian mikoriza. Selain itu, pengendalian biologis lainnya termasuk dengan menggunakan musuh alami cendawan, dosisnya hanya 10 kg per ha. Petani juga dapat mencampurkan agen hayati dengan kompos. Alternatif lain adalah dengan mengendalikan hama secara mekanis dengan menangkap dan membunuhnya, menggunakan jebakan lampu.

Cara Mengatasi hama uret

Hama gayas merupakan musuh utama bagi tanaman budidaya, khususnya singkong dan ubi. Untuk itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana mengatasi hama gayas pada tanaman dengan berbagai cara, seperti dengan menggunakan pestisida, menjaga kebersihan daerah sekitar tanaman, serta mengawasi kehadiran hama gayas. Berikut adalah metode alternatif yang bisa diterapkan untuk mengatasi serangan hama gayas:

mengatasi hama gayas menggunakan Agen Hayati

Satu cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi hama gayas adalah dengan menggunakan mikroorganisme. Jenis mikroorganisme yang bisa diaplikasikan adalah jamur parasit seperti Metarhizium Anisopliae dan Beauveria Bassiana. Penggunaannya juga relatif mudah, pupuk kandang yang akan dijadikan pupuk dasar harus difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan jamur ini. Selain itu, metode ini juga dapat dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang tepat guna meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi tingkat hama gayas.

Mengatasi hama gayas

Mengatasi hama gayas dengan cara yang lebih ramah lingkungan adalah dengan menggunakan pestisida alami. Beberapa bahan alami yang dapat digunakan adalah tembakau, daun pepaya, daun mimba, daun sirsak dan bawang putih. Cara membuatnya cukup mudah, tinggal dicampur dan dihaluskan, lalu ditambahkan air dan didiamkan sekitar semalam. Petani juga dapat mencampur larutan pestisida dengan minyak kelapa sawit, atau minyak zaitun. Pada pangkal tanaman, larutan ini dikocorkan atau disemprotkan pada sore hari untuk mengatasi hama pada daun. Perbandingan yang biasa digunakan adalah 1:15 atau 1:30, yaitu satu bagian pestisida alami dan 15 - 30 bagian air.

mengatasi hama gayas menggunakan Insektisida Sistemik

Insektisida Sistemik merupakan pestisida yang dapat diserap dan diedarkan oleh jaringan tanaman untuk melindungi tanaman dari hama gayas. Dalam penggunaannya, biasanya insektisida sistemik disemprotkan secara langsung ke tanaman. Penting untuk diingat bahwa penggunaan insektisida sistemik harus memperhatikan dosis dan interval yang disarankan oleh produsen pestisida.

Residu racun ini dapat bertahan hingga 7-15 hari atau lebih. Interval semprotan yang disarankan adalah 10-14 hari sekali dan pemberian insektisida harus dihentikan minimal 20 hari sebelum panen untuk menjamin keamanan hasil panen. Selain itu, penting juga untuk menggunakan alat pelindung diri yang tepat seperti masker dan sarung tangan saat melakukan penyemprotan insektisida sistemik.

mengatasi hama gayas menggunakan Insektisida Tabur

Untuk menangani hama gayas, petani dapat juga menggunakan metode pengendalian hayati. Seperti menggunakan predator gaya, yaitu menanam tanaman yang menarik bagi predator gaya, seperti bunga yang menarik bagi lebah. Selain itu, petani juga dapat menggunakan insektisida tabur.

Insektisida tabur ini dapat dicampur dengan pupuk dasar lalu ditaburkan di lubang calon bedengan atau dilarutkan dengan air besih. Penggunaan insektisida tabur ini dapat melindungi akar tanaman muda dari serangan gayas. Cara yang lebih efektif adalah dengan mengulang pemakaian insektisida tabur setiap 2 minggu sampai tanaman sudah cukup tua dan kuat.

Penutup

Nematoda Entomopatogen merupakan salah satu cara efektif dan ramah lingkungan untuk mengurangi serangan hama gaya pada tanaman. Metode ini telah terbukti efektif dalam mengendalikan populasi hama gaya dan mampu meminimalkan dampak buruk dari penggunaan pestisida. Dengan mengadopsi teknik ini, petani dapat mencapai hasil panen yang lebih baik tanpa mengorbankan kesehatan dan kelestarian lingkungan.