Perang Anthurium: Dari Lampung hingga Karanganyar
- 3 min read
Kontes di sebuah kecamatan di ujung selatan Pulau Sumatera itu memang belum semeriah hajat serupa di Pulau Jawa. Namun, gelaran itu mampu menyamai sukses kontes anthurium pertama di Tanah Andalas, tepatnya di kota Medan. Pada 2 Agustus tahun ini, Medan menggelar perhelatan serupa yang menyedot 37 peserta. “Target peserta terpenuhi. Malah kita kewalahan karena yang ditargetkan hanya 30 peserta. Minimal, kota kecamatan mampu mengimbangi sebuah kotamadya,” kata Suwanto, ketua panitia kontes. Antusiasme para pengunjung pun tak kalah. Ratusan pengunjung berjubel di sekeliling arena kontes seluas 70 m2 sehingga penjurian sempat dihentikan 1 jam. “Konsentrasi tim juri terganggu. Tali pembatas tak mampu mencegah penonton mendekat. Penilaian baru bisa dilakukan setelah semua arena kontes dikerudungi shading net” lanjut Suwanto. Maklum, penampilan para kontestan sangat menarik. Sebanyak 50% peserta merupakan indukan anthurium dari berbagai jenis. Sebut saja jenmanii, wave of love, dan sirih.
Tiga tahap
Lantaran baru pertama kali digelar, kontes tak membagi peserta dalam berbagai kategori spesies dan ukuran. Penjurian pun dilakukan 3 tahap. Pertama, setiap juri Destika Cahyana dan Rosidi memilih 5—10 unggulan. Hanya unggulan yang dipilih 2 juri sekaligus yang dinilai detail. Tercatat 5 kontestan tersaring. Tahap kedua, penilaian individual di kertas kerja dan terakhir pengecekan ulang. Setelah melalui penilaian alot, tim juri sepakat memilih anthurium sirih koleksi Budi Darmawan asal Pekalongan sebagai yang terbaik. Penghuni pot 011 itu diganjar nilai total 156. Ia mengalahkan saingan terberatnya, Anthurium jenmanii milik Eko Susilo, yang hanya mengumpulkan poin 148. “Sulit sekali menemukan sirih dewasa dengan penampilan prima,” kata Rosidi. Di tempat ketiga gelombang cinta milik Sigit Purwoto bertengger. Toh, bukan berarti kontestan lain tak berkualitas. Pengamatan tim juri, banyak peserta berukuran tinggi kurang dari 60 cm yang tampil prima. Sebut saja dari jenis jenmanii dan hookeri. “Kesehatan mereka sangat prima. Daun sama sekali tak ada yang rusak,” ujar Rosidi. Andaikan dibuka kategori berdasarkan spesies dan ukuran, tentu mereka tak menjadi pecundang. Menurut Rosidi, fenomena itu menjadi perhatian untuk kontes berikutnya.
Karanganyar
Dua hari berselang, gong si raja daun kembali terdengar di gudang anthurium, Karanganyar, Jawa Tengah. Ajang bertajuk Karanganyar Green Expo tahun ini itu menyedot 127 peserta. Mereka dibagi menjadi 3 kategori: Anthurium jenmanii diikuti 35 peserta; Anthurium jenmanii unik, 30 peserta dan anthurium campuran nonjenmanii, 62 peserta. Lima juri pun diterjunkan: Sukidi SKom, A Gembong Kartiko, Wibowo, Ir Margono, dan Wawan. Jumlah peserta yang membeludak itu membuat penjurian mundur 1 jam. Saat matahari tergelincir ke barat, barulah tim juri bersepakat menobatkan Anthurim jenmanii milik Hengky Josroyo sebagai pemenang dengan nilai 391,5. Ia menaklukan rival terberatnya, jenmanii di pot 28 milik nurseri Sekar Sae yang mendulang poin 374,5. “Koleksi Hengky lebih unggul. Susunan daun dari generasi ke generasi tampak rapi. Semakin tua daun kian membesar dan tumbuh merata. Semua sisi pun terisi sehingga terlihat kompak. Tekstur daun dan urat yang tebal juga menambah gagah,” tutur Gembong, juri asal Batu, Jawa Timur. Sejatinya, sang juara kedua tak kalah cantik. “Ia kalah karena ada salah satu daun yang cacat, mungkin karena serangga,” kata Wibowo. Hal itu mengurangi penilaian tim juri karena persentase kesehatan tanaman cukup besar, 30%. Di tempat ketiga, jenmanii asal nurseri Flora Flori kalah tipis dengan juara ke-2. Selisih keduanya hanya 0,5. Sementara di kelas campuran nonjenmanii, sang juara berturut-turut black beauty koleksi nurseri Flora Flori; garuda milik Joko dan wave of love milik Budiono, Sambeng, Solo. Menurut Ispitri, panitia pameran, perhelatan di Karanganyar itu menjadi titik tolak sejarah bagi komunitas anthurium di Indonesia. Pasalnya, ajang pameran itu juga menobatkan Ismi Pratiwi Kusuma Dewi sebagai Puteri Jenmanii tahun ini. Ia dikukuhkan sebagai duta anthurium setelah mengalahkan 14 saingan terberatnya. Menurut Ispitri, di tangan Ismi, komunitas anthurium berharap si bunga ekor itu dapat bergaung terus ke seluruh Nusantara. Kelak, si daun raja tak hanya menyusup ke Pulau Andalas, tapi juga, dari Sabang sampai Merauke.