Perawatan Pohon Durian Yang Terserang Busuk Buah
- 4 min read
Siang itu matahari bersinar terik memanggang kulit saat Mitra Usaha Tani menjelajahi kebun seluas 14 ha di Desa Murnisari, Kecamatan Mande, Cianjur. Lokasi itu adalah salah satu kebun durian milik Bernard Sadhani. Kebun lain-masih di Cianjur-hanya berjarak 3 km dari sana. Letaknya di Desa Mulyasari seluas 15 m. Di kebun yang mayoritas ditanami monthong itu, rumput terpangkas rapi. Maklum pemangkasan berlangsung rutin. Setiap hari mesin pemotong rumput yang dioperasikan 2 pekerja, bergerak dari satu sudut kebun ke sudut lain. Begitu terus, rumput dipangkas bergilir. Pohon-pohon Durio zibethinus di kebun Murnisari yang berumur 5-6 tahun tertanam rapi dengan jarak 8 m x 8 m. Di kebun Mulyasari, jarak tanam 10 m x 10 m dengan penambahan 1 pohon pada diagonalnya. Umur tanaman mencapai 9 tahun. “Jarak tanam yang bagus memang 10 m x 10 m. Kurang dari itu tajuk bakal bersinggungan saat berumur 10 tahun,” kata Bernard. Karena itu, nantinya perlu dilakukan penjarangan. Seluruh tanaman tampak sehat. Itu terlihat dari daun yang hijau mengkilap dengan tajuk rimbun. Batang kecokelatan, kekar, mulus, dan bersih. Tak terlihat bercak berlendir, tanda-tanda serangan Phytophthora palmivora. “Sekarang penyakit sudah tidak masalah lagi,” tutur pengusaha kontruksi itu mantap. Tinggal masalah iklim yang masih sulit diatasi.
Pontang-panting
Padahal dahulu cendawan penyebab kanker batang itu sempat membuat Bernard pusing tujuh keliling. Setiap musim panen, hati pria asal Sumatera Utara itu ketar-ketir. Musababnya, hampir 60% tanaman dipastikan terserang phytophthora. Sang elmaut memang terutama menyerang tanaman setelah berbuah. “Saat itu kondisi tanaman lemah sehingga mudah terinfeksi penyakit,” ujar Bernard. Apalagi bila kondisi lingkungan lembap, misal peralihan dari musim hujan ke kemarau atau tajuk terlalu rapat. Ciri serangan, mula-mula muncul bercak berlendir di batang. Kemudian kulit batang menjadi hitam dan basah. Bila serangan cukup berat, daun rontok, ranting kering, sampai akhirnya tanaman mati. Peluang kematian mencapai 50%. Proses kematian pun terbilang cepat. Bernard pertama kali melihat serangan kapang itu di salah satu kebun di Bogor. “Waktu tahun berikutnya ke sana lagi, tanaman sudah mati,” tutur pria yang memilih mengebunkan monthong karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Kalau pun tidak mati dan bisa disembuhkan, pohon telanjur cacat. Pascaserangan produksi melorot tajam. Kerapkali ditemukan daging buah membusuk meski kulit terlihat mulus. Maklum selain akar dan pangkal batang, phytophthora juga menyerang buah. Pantas pekebun pontang-panting untuk mengenyahkan si pembawa maut itu. Bernard mengoles berbagai campuran fungisida ke bagian batang yang terserang. Pekebun lain, melabur batang dengan campuran terusi, kapur tohor, gamping yang dibuburkan dalam air. Bubur bordo begitu sebutannya memang efektif membuat lendir mengering. Namun, tahun Berikutnya phytophthora kembali hadir. Cara lain, dengan membalur batang dengan kapur. Lagi-lagi cara itu tidak efektif.
Injeksi Batang
Kalau sekarang phytophthora enggan ladir di kebun Bernard itu lantaran sang empunya serius memerangi si pembawa maut. Pemberian fungisida sistemik secara berkala jadi salah satu kunci utama. Pria yang gemar kemping di kebunnya itu menginjeksi larutan fungisida sistemik merek Folirfos ke dalam batang tanaman setiap usai berbuah. Dosis 10-20 cc per tanaman tergantung ukuran pohon yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1: 2. Sebelum fungisida diinjeksikan, batang dibor menggunakan mata bor berdiameter 5 mm. Lubang dibuat sedalam kira-kira 10 cm. “Arah pengeboran miring ke bawah dan menyamping. Tapi jangan sampai mengenai inti batang,” ujar Bernard yang sudah mempraktekkan cara itu sejak 6 tahun silam. Ketinggian pengeboran di atas 60 cm dari permukaan tanah. Dengan bantuan tree injector semacam alat infus berpegas yang dibuat khusus untuk tanaman, fungisida sistemik ditekan ke dalam batang melalui lubang bor. Bekas lubang ditutup dengan lilin parafin, tanah liat, atau kayu yang dibuat seukuran lubang. Tujuannya agar bekas pengeboran tidak terinfeksi jamur. Penyuntikan mesti pada jaringan kayu hidup supaya fungisida tersebar ke seluruh tanaman. Kalau tanaman sudah telanjur terinfeksi phytophthora, penyuntikan jangan pada bagian terserang. Perlakuan itu diterapkan sejak tanaman memasuki umur berbuah meski tidak ada serangan. Itu sebagai tindakan pencegahan. “Seperti memberi antibiotik supaya tanaman kebal,” papar Bernard.
Pentingnya Pemupukan
Namun, tindakan preventif dan kuratif dengan menginjeksi fungisida sistemik tidak akan efektif jika tanaman tumbuh merana. Makanya perawatan mesti intensif. Setiap kali tanaman selesai berbuah, 1-3 karung pupuk kandang asal kotoran ayam-setara 35-105 kg dibenamkan di bawah tajuk. Itu ditambah dengan 1-3 kg NPK tergantung ukuran pohon. NPK bisa juga digantikan dengan KNO3. Selanjutnya, ketika daun muda sudah menjadi tua, pemupukan diulang. Kali ini yang diberikan 1 kg NPK. Bila tanaman sudah siap dibuahkan kembali, tambahkan SP-36 dan KC1. Selain itu, pupuk daun mengandung unsur mikro juga disemprotkan. Aplikasi sekali saat daun muda baru dan 2 kali ketika menjelang berbuah dengan selang 10 hari. Hasilnya memang terlihat jelas di kebun Bernard. Tanaman tumbuh sehat. Waktu Mitra Usaha Tani datang pada akhir Januari, panen tahap kedua baru saja dimulai. Panen berlangsung hingga Maret. Sebagian buah sudah dipetik pada panen tahap pertama, yaitu November-Desember. Produksi pada 2 tahun silam mencapai 50 ton per tahun dari 15 ha. “Kalau tanaman sehat seperti ini, prediksi saya saat tanaman berumur 7-8 tahun, pekebun sudah balik modal,” tutur pria yang nyemplung berkebun durian sejak 15 tahun silam itu. Secara teoritis, saat itu produksi tanaman bisa mencapai 10 ton per hektar. Saat ini Bernard tengah berusaha mencapainya. Toh, dengan produksi setengahnya pun laba siap dituai