Pupuk Organik Eceng Gondok: Bukan Gulma Biasa

  • 3 min read

Dulu dipuja sebagai [tanaman hias](http://localhost/mitra/Tanaman Hias “tanaman hias”). Kini kehadiran eceng gondok malah bikin gondok. Sebab, gulma itu cepat berkembang biak sehingga menutupi perairan. I Gusti Made Arjana mengolahnya menjadi pupuk organik yang kaya asam humat. Ia terbukti memacu pertumbuhan tanaman. Keindahan Danau Buyan di Kabupaten Singaraja, Bali, tercoreng. Danau di ketinggian 1.200 m dpi itu laksana hamparan eceng gondok empat tahun silam. Pesatnya pertumbuhan gulma air asal Brazil itu diduga akibat sistem pertanian intensif di area hulu yang jor-joran memanfaatkan pupuk anorganik. Dampaknya ketika hujan longsoran tanah yang mengandung sisa-sisa pupuk mengalir ke danau. Sedimentasi nan subur itu tak terhindarkan. Apalagi perkembangbiakan vegetatif Eichornia crassipes itu sangat cepat. Untuk melipatgandakan populasi tanaman yang didatangkan Kebun Raya Bogor pada 1894 hanya butuh 2-4 hari.

Kaya Kandungan Asam humat

Kondisi itu memusingkan pemerintah daerah Singaraja. Ratusan juta rupiah digelontorkan untuk mengatasi serbuan anggota famili Pontederiaceae itu. Untung ada Ir I Gusti Made Arjana MP yang tinggal di tepi danau itu. Alumnus Universitas Gadjah Mada itu mengamati kebiasaan penduduk di sekitar danau. Ketika hujan, air danau meluap hingga menggenangi sebagian perkampungan. Di atas permukaan air dipenuhi herba air itu. Bila surut, masyarakat setempat langsung mengolah tanah untuk bercocok tanam beragam sayuran. Meski tanpa pupuk, tanaman tumbuh subur. Selain karena sedimentasi, ayah 2 anak itu menduga suburnya tanaman akibat pengaruh eceng gondok. Penelitian intens di laboratorium menunjukkan, eceng gondok kaya asam humat. “Senyawa itu menghasilkan fitohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman,” ujar dosen Fakultas Pertanian Universitas Marwadewa Denpasar itu. Ensiklopedi Nasional Indonesia menyebutkan, eceng gondok juga mengandung asam sianida, triterpenoid, alkaloid, dan kaya kalsium.

Pupuk Organik

Kelahiran Singaraja 38 tahun silam itu mengolah eceng gondok sebagai pupuk organik. Ia memanfaatkan acetobacter untuk mempercepat dekomposisi. Bakteri itu dicampur molases dengan perbandingan 1 : 1 selama sepekan. Master bakteri itu siap digunakan setelah terbentuk kapang. Langkah berikut, eceng gondok yang diambil dari danau dicincang atau digiling halus. Bahan itu lantas dicampur dengan 10% dedak dan master bakteri. Arjana menyimpan campuran itu di bak yang dialasi plastik dan ditutup karung goni selama 4 hari. Suhu bakal meningkat hingga 50°C yang menandakan fermentesi tengah berlangsung. Fermentasi dianggap selesai ketika suhu menurun menjadi 30 °C. Arjana memanfaatkan pupuk eceng gondok untuk budidaya beragam sayuran seperti selada, buncis perancis, dan bit. Pengamatan Mitra Usaha Tani di lahan Arjana menunjukkan, tanaman tumbuh subur. Padahal, kelahiran 12 Juli 1965 itu hanya memberikan pupuk eceng gondok. Pupuk anorganik tak pernah diaplikasikan sama sekali. Sukses itu akhirnya diikuti pekebun lain di sekitar Singaraja. Mereka juga memanfaatkan gulma itu yang diambil dari perairan Danau Buyan. Alhasil populasi eceng gondok di Danau Buyan terkendali. (Sardhi Duryatmo & Mira Rahmawaty)