Ranchu Thailand Dan China Rebut Pasar Lokal
- 8 min read
Bandara Baiyun dan Don Muang kian sering disinggahi importir ikan hias. Selama 6 bulan terakhir mereka mondar-mandir ke Guangzhou, RRCina, dan Thailand untuk berburu ranchu. Sang ratu maskoki itu kini lagi naik daun. Rancu thailand dan cina berebut pasar di sini. Ambil contoh Markus Ahadi. Sejak Mei hingga pertengahan Agustus, ia 4 kali mendatangkan ranchu asal Thailand. Tidak tanggung-tanggung, salah satu yang diboyong ialah pemenang kontes The Majesty Princess Chulaporn Walailak di Mungthong Thani. Sekitar Rp 200-juta tabungannya terkuras untuk ranchu. Markus Ahadi bukan tanpa alasan melirik ranchu untuk menyangga bisnis lou han yang digeluti. Hobiis ikan di tanah air mulai menggandrungi ranchu. Terbukti dering telepon dari kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur tak pernah berhenti. Mereka menanyakan keberadaan ikan kepala naga. Beberapa hobiis malah datang langsung ke rumah. Peluang itu juga disambar Tony Tjandra dari Bens Aquarium di Jakarta Utara. “Minat masyarakat memelihara maskoki meningkat 30%,” kata Tony. Oleh karena itu sejak 3 bulan lalu ia rutin mengimpor ranchu dari Cina. Setiap 2 minggu ia mendatangkan 20 ekor dan habis seketika. Bahkan seringkah calon pembeli inden terlebih dahulu. Padahal sebelum itu, untuk menjual 20 ekor saja butuh waktu 2 bulan. Apalagi 2 tahun lalu sejak lou han membanjir, perdagangan terasa lesu. Namun, kini bisnis rancu mulai berdenyut. Itu dialami The Tiong Bing, pemilik The Best Aquarium di Yogyakarta. “Paling tidak setiap bulan 350 maskoki didatangkan dari Singapura,” ungkap ayah 3 putra itu. Dari jumlah itu 80 ekor di antaranya ranchu.
Mulai marak
Maraknya ranchu mulai terlihat di berbagai tempat. Di Bandung tak kalah dahsyat. Sampai-sampai Rudy Wahyudin kewalahan untuk memenuhi permintaan. Ayah satu anak itu melepas 500 ranchu setiap bulan. Permintaan lebih dari itu. Sayang ia kesulitan mendapat pasokan. Khusus untuk mengantisipasi kontes maskoki Juli silam, pemilik Atlantik Fish itu menyediakan ranchu impor asal Cina. “Dalam sepekan 100 ranchu impor itu ludes diserbu hobiis,” tutur alumnus Universitas Bandung Raya. Djuju Anthony yang semula hanya coba-coba memasukkan ranchu kini kerepotan. “Saya bawa 3 boks rancu 5-6 cm, lalu dipajang di gerai saat kontes lou han di Surabaya. Eh, ternyata laku,” ungkap pemain diskus kawakan itu mengenang. Setiap boks terdiri atas 300 ekor. Beberapa minggu kemudian ia terlihat mondar-mandir di Bandara Soekamo-Hatta untuk menjemput 10 boks pesanan pelanggan. Hanya saja di kios-kios penjualan ikan hias di Jakarta, seperti di J1 Sumenep, J1 Barito, Jl. Kartini, dan Jatinegara ranchu belum muncul. Sebab ikan berkepala lebar mirip naga itu tergolong mahal. Kalau harga seekor maskoki tosa, mutiara, atau lion head Rp 20.000-Rp 50.000, ranchu minimal Rp 200.000. Penelusuran Mitra Usaha Tani ke berbagai pusat penjualan ikan hias memang menunjukkan tren ranchu semakin meningkat. Di Plaza Maspion, Jakarta, sejak 4 bulan lalu, misalnya, terlihat 2 gerai yang memajang ranchu. Demikian di pusat penjualan lou han Cempaka Mas, ada 1 kios yang khusus menjual ranchu meski campur dengan jenis maskoki lain. Nun di Yogyakarta, Evie Sundoro merasakan peningkatan permintaan maskoki. Pemilik kios Tirta Mas Akuarium ini bisa menjual 500 maskoki/minggu, termasuk di dalamnya 50-100 ranchu. Pasokan ranchu datang dari Tulungagung dan Blitar. Ranchu impor tidak ada peminat karena harga terlampau tinggi. ’’Saya tak menyetoknya, kecuali ada pesanan,” tutur Bambang, pemilik kios Sumber Mas Akuarium di Jl Dr Sutomo, Yogyakarta. Toh, dalam seminggu Bambang sanggup menjual 200-300 ranchu Tulungagung dan Blitar. [caption id=“attachment_1753” align=“aligncenter” width=“502”] Ranchu cina mendominasi[/caption]
Ranchu Top view
Lacakan Mitra Usaha Tani menunjukkan, ada 2 jenis ranchu impor di pasar: thailand dan cina. Sampai kini ranchu cina mendominasi pasar. Kedua jenis ranchu itu mempunyai karakteristik berbeda. Ranchu cina lebih cocok dinikmati dari samping atau side view, sedang ranchu thailand top view alias dilihat dari atas. Oleh karena itulah tempat pemeliharaan pun berbeda. Rancu side view menggunakan akuarium, sedang top view di bak-bak beton atau fiber (baca: Inilah Beda Ranchu Cina dan Thailand, hal 16) Di Thailand bukan berarti tidak ada ranchu side view. Dari 280 ekor yang dibawa Markus Ahadi, beberapa puluh ekor di antaranya ranchu side view. Termasuk di dalamnya sang juara yang dibeli seharga Rp 6-juta. Lain halnya di Cina, hampir semua peternak mengembangkan ranchu side view. Sebetulnya leluhur top view adalah ranchu side view. Beberapa ratus tahun lalu, peternak Jepang berhasil memodifikasi side view jadi top view (baca: Antara Sumo, Kimono, dan Dewi Matahari, hal 30). Di Jepang, kepopuleran ranchu top view tidak kalah dibanding koi sekalipun. Thailand yang tergoda maskoki pada 1998-an memilih ranchu asal negeri Sakura sebagai kiblat. Ambil contoh Anuchart Sutabhaha, peternak di Maneeya Village, Bangkok. Sejak menggeluti ranchu pada 1992 tetap mengandalkan indukan dari Jepang. Begitu pula Chalermchart, pemilik Pornthip Farm, di Wararak. Ia mengambil burayak dari Jepang untuk dibesarkan. Demikian 24 K Goldfish Farm, peternak terbesar di Tahiland yang mengekspor ranchu ke Amerika, Eropa dan Jepang tidak memijahkan sendiri tapi langsung mendatangkan dari Jepang, (baca: Setengah Pekan di Sarang Ranchu, hal 24) “Setiap pekan kami datangkan 100-200 ranchu berbagai ukuran untuk para hobiis dan peternak di Thailand,” kata Narat Suktinthai, managing director Thaisuwan Inter 2000 Co. Ltd. Ruang pamer di areal 3.200 m2 di Sukonthasawat Road, Laprao, Bangkok, tertata sangat apik. Bak-bak penampungan berukuran 1 m x 2 m terbuat dari keramik. Ranchu menempati 30 % dari 40 bak yang berisi sekitar 10.000 maskoki lebih dari 15 jenis.
Harga Yang Murah
Keberadaan ranchu thailand di Indonesia masih sangat terbatas. Boleh jadi lantaran hobiis belum terbiasa menikmati maskoki dari sisi atas. Yang jelas ranchu thailand lebih mahal ketimbang asal Cina. “Harga 10 ranchu cina sama dengan 1 ranchu jepang,” ujar Tony. Yang dimaksud ranchu jepang oleh Tony adalah top view. Ia sependapat kualitas top view lebih bagus. Menurut Tony ranchu-ranchu cina berkualitas harganya tetap tinggi. Untuk yang berukuran 20 cm berkisar Rp 2-juta-Rp 5-juta/ekor. Itu sebabnya ketika pertama kali membawa dari cina ia kesulitan menjual. “Dulu, dengan harga Rp 2-juta/ ekor, setengah mati saya menjualnya,” kenang pria ramah itu. Ranchu-ranchu cina kualitas standar memang murah. Sebagaimana disaksikan reporter Mitra Usaha Tani Dian Adijaya Susanto ketika berkunjung ke Ocean Aquarium di Tung Kwan Se Lung. Dangguan pertengahan Juni, ranchu ukuran 6-7 cm sekitar Rp 2.000. Paling mahal untuk ukuran di atas 20 cm Rp l00.000/ekor harga partai. ’’Kita kirim ranchu ke Singapura, Amerika Serikat, dan Hongkong, tapi tidak banyak hanya 3-5 boks per minggu,” ucap Lou Rule, si empunya farm. Setiap boks berukuran 65 cm x 65cm x 32 cm berisi 200 ekor untuk ranchu 6-7 cm. Jenis yang dikirim red ranchu, red white ranchu, kaliko ranchu, dan black ranchu. Bandingkan dengan ranchu thailand. Anuchard menjual ranchu apkir saja Rp 20.000-Rp 100.000 per ekor. Sementara yang berkualitas bagus Rp 200.000-Rp 600.000/ekor. Untuk induk lebih mahal lagi, Grade B paling tidak Rp l,6-juta/ekor; A Rp 4-juta-Rp 6-juta; dan ranchu kualitas kontes Rp 10-juta-Rp l4-juta. “Harga ranchu sangat bergantung pada kualitas bukan ukuran,” kata Somsak, pemilik Top Ten Ranchu di Bangkok. Menurut, peternak yang sudah menggeluti ranchu 10 tahun itu, kualitas rancu untuk kontes dibagi atas grade Top, HI, AAA, AA, dan A. Mungkin karena itu pula di Thailand sekalipun hanya orang-orang berduit yang mengoleksi ranchu. Mitra Usaha Tani saksikan ranchu hanya ada di rumah-rumah gedongan. Di tempat-tempat umun tidak pernah dijumpai. Makanya perkembangan ranchu di Thailand lambat. Wajar, di Wiriyasup Fish Market, pusat penjualan ikan hias di Bangkok, pun tak ada yang menyediakan ranchu. “Harga tidak terjangkau,” ucap Chaiyasit, pengelola pasar. Di Indonesia harga rancu asal Thailand ukuran tosai, 11-13 cm, Rp 2.250.000; nasai, 14-15 cm, Rp 3.250.000; dan oya lebih dari 15 cm, Rp 4-juta ke atas. Harga-harga itu untuk ranchu kualitas AAA. Budidaya sulit Mahalnya harga ranchu top view lantaran untuk menghasilkan yang berkualitas sulit. “Sekalipun menggunakan indukan bagus, hasilnya tidak semua bagus,” kata Somsak. Peternak yang memiliki 50 bak penangkaran berukuran 1 m x 1 m itu hanya bisa menghasilkan 5% kualitas top. Selebihnya HI 10%, AAA 15%, AA 15%, dan A 55%. Padahal, induk yang ia gunakan berkualitas tinggi hasil impor senilai Rp 20-juta per ekor. Somsak menjual ranchu berumur 3 bulan ke atas. Kurang dari itu warna belum muncul. Ia tidak bisa menyebut volume produksi karena tergantung musim. Namun, yang pasti hasil produksinya dipasarkan lokal 50% dan 50% di ekspor ke Singapura dan dalam jumlah kecil ke Jepang. Hal itu dibenarkan Pornchai Waleesuksan, direktur Boss Ranchu Shop di Sevenday Chatuchak, Bangkok. Pedagang sekaligus peternak itu hanya bisa menjual 5-10% dari ternakannya. Lainnya dibuang. Oleh karena itu ia masih mondar-mandir ke Jepang untuk mendatangkan ranchu. “Setahun 20 kali saya ke Jepang, sekali ambil cuma beberapa ekor,” tutur mantan karyawan bank yang memilih menjadi peternak ikan itu. Masalah serupa terjadi di sini. Kualitas rendah sehingga sulit untuk memenuhi standar ekspor. Apalagi, para peternak di Tulungagung, sentara maskoki tak berminat untuk mendatangkan indukan berkualitas dari Jepang. Padahal, ranchu mempunyai prospek cukup bagus. Kontes di berbagai tempat dan mulai dilirik para hobiis. “Ranchu sekarang. Di Malang saya bisa menjual 50 ekor/bulan,” ungkap Roy J. Laksono.
Mengatasi Sembelit Pada Ranchu
Jika ranchu berenang lebih lambat dan feses tidak tampak di kolam, ada 2 kemungkinan, nafsu makan hilang atau konstipasi alias sembelit. Peternak di Bangkok, Thailand, biasa memberikan semangka atau sayuran hijau untuk mengatasinya. Ranchu akan menggigit-gigit semangka atau sayuran yang terapung. Pemberian komoditas kaya serat itu mampu mengatasi sembelit.***
Perkuat Sperma Ranchu
Persentase keberhasilan pembuahan telur pada pemijahan alami lebih kecil dibanding buatan. Soalnya, sperma ranchu jantan hanya bertahan selama 2-3 menit, kemudian mati. DiBangkok, Thailand, memasukkan garam ke dalam kolam berkonsentrasi 0,6-0,7%. Ternyata garam untuk memperpanjang umur sperma, sehingga ia dapat bergerak lebih lama untuk membuahi telur. Berkat garam pemijahan alami meningkat.
Stop Bakteri
Sirip dan ekor ranchu incaran bakteri. Serangan menyebabkan ekor robek. Cara peternak di Bangkok, Thailand, mengatasi layak ditiru. Obat merah.10 cc dilarutkan dalam 4,51 air. Masukkan ikan yang terserang ke dalamnya selama 3 hari. Pasokan oksigen dibantu dengan aerator. Setelah itu masukkan kembali ke dalam air bersih selama 1-2 hari. Pengobatan diulangi kembali, tetapi dilakukan selama 5 hari.