Sakai Fish Farm: Gudang Koi Kelas Grand Champion
- 4 min read
Obsesi Winarso Tanuwijaya meraih gelar bergengsi pada lomba koi dibayar lunas saat kontes 2nd Jakarta Koi Show 2018. Gelar mature champion dan young champion berturut-turut disabetnya. Pemilik Golden Koi Center itu membuktikan sendiri kehebatan kohaku dan sanke “jebolan” Sakai Fish Farm (SFF). Padahal prestasi itu belum seberapa jika melongok kiprah koi SFF di Jepang. All Japan Nishikigoi dan All Japan Combined Nishikigoi, 2 ajang kontes bergengsi di Jepang, kerap menampilkan koi Sakai sebagai grand champion. Diawali merebut grand champion 32nd ZNA All Japan Nishikigoi pada 1996 di Yamagata, prestasi itu berulang kembali saat kontes ke- 33, 35, dan 36. Grand champion All Japan Combined Nishikigoi pun tak luput dari genggaman. Dalam 3 tahun terakhir ini, grand champion 32nd, 33riAll Japan Combined Nishikigoi direngkuh. Sayangnya, “triple peat", juara tiga kali berurutan gagal didapat. Pada kontes ke-34 pada 2018, juara itu jatuh ke pangkuan Tokugawa lantaran koinya mencapai panjang lebih dari 1 m.
grand champion
Farm Yang Mencetak Koi Berkualitas
Pencetak Koi Berkualitas
Torehan prestasi luar biasa itu diperoleh karena Sakai Fish Farm memang selalu menjaga kualitas koi. Contohnya untuk indukan. Selain hasil tangkaran sendiri, farm di desa Kamitokura, Hiroshima itu kerap mencari induk bermutu dari farm koi lain seperti Dainichi atau Matsumasuke. Uniknya, pemilihan induk itu tidak diputuskan oleh seorang saja tetapi melalui rapat yang melibatkan semua staf beijumlah 18 orang. Hal itu dilakukan untuk meminimalkan human error. Dengan “modal” induk berkualitas, Sakai mampu memproduksi 12-juta benih per tahun dari indoor breeding house. Padahal penangkar lain rata-rata 3-juta benih per tahun. Oleh karena itu, farm yang berdiri sejak 1955 diakui sebagai penangkar koi terbesar di dunia. Jutaan benih itu kemudian diseleksi secara bertahap. Penyaringan itu dimulai sejak ukuran pentol korek. Hasil seleksi kemudian dimasukkan ke 85 kolam di lahan 5 hektar. Setelah mencapai ukuran jari kelingking, ia diseleksi kembali. Begitu seterusnya sampai didapat sekitar 10-ribu ekor. Sisanya tidak dibuang tetapi diolah untuk pakan. Pembesaran lanjutan dilakukan di 75 kolam lain di lahan 30 hektar yang tersebar di Genryu, Sagara, Susuda, dan Furuike. Di Sagara misalnya terdapat 10 kolam di lahan 3 hektar untuk pertumbuhan koi sampai usia 2 tahun. Namun, khusus koi calon indukan terpilih, dipisahkan dan dibesarkan di 9 kolam berukuran 1200 m2 di Yoshihara. Selama di kolam, koi diberi pakan khusus melalui mesin pelontar pakan otomatis. Pemberian secara manual hanya berlaku untuk pakan tambahan berupa sayuran seperti cacahan kubis dan jamur untuk menunjang pertumbuhan.
seleksi ketat
Riset penyakit
Jutaan benih
Tak hanya indukan, masalah penyakit pun menjadi fokus lantaran terkait erat dengan kualitas. Beberapa pakar penyakit ikan dari Amerika Serikat dan Eropa secara berkala datang ke Kamo-gun, Hiroshima. Tugas yang dipikul hanya satu, menganalisis penyakit koi sekaligus meracik obatnya. Hiroji Sakai, sang pemilik memang tak segan mengeluarkan biaya besar untuk membiayai riset penyakit. “Penyakit memang musuh utama penangkar,” ujar direktur Sakai Fish Farm itu. Imunisasi pun kerap diberikan pada koi, saat berumur kecil dan sisanya disuntik sebelum dikirim ke pelanggan. Beberapa hasil riset itu dipatenkan dan dipakai seluruh penangkar di Jepang. Biotox misalnya, selalu dipakai untuk koi ketika mengikuti kontes. Bahan cair itu menjamin kualitas air tetap bagus sehingga kematian koi usai lomba dibuat 0%. Oleh karena itu, koi jebolan Sakai banyak dicari. Winarso hobiis di Kemanggisan, Jakarta setelah beberapa kali mengunjungi beberapa farm di Jepang, lebih memilih Sakai. “Koinya bagus dan lebih tahan penyakit,” ucap salah satu pengurus Jakarta Koi Club itu.
Lokasi kolam
Lelang koi Juara tiga kali setahun
Kohaku, sanke, dan showa (gosanke) merupakan koi unggulan Sakai Fish Farm. Koi lain seperti; taisho sanshoku, utsurimino, hikari mujimono, shusui, goshiki, kawarigoi, kijaku, kumonryu, dan aigoromo tetap diproduksi tetapi dengan jumlah lebih sedikit. Tiga kali dalam setahun, yakni Maret, Oktober, dan Desember, dilakukan lelang. Agen-agennya di luar negeri diundang. Dengan dipandu juru lelang, mereka duduk di sebuah lorong berukuran sekitar 3 m sambil memegang nomor. Seorang staf Sakai kemudian akan mendorong bak bundar di atas troli berisi koi pilihan. Ketika seorang agen memenangkan lelang, otomatis semua peserta memberi tepukan tangan. Proses itu terus berlangsung sampai koi pilihan habis.