Satu Organik Beragam Tafsir
- 3 min read
Agus Suryanto menganggap pertanian organik itu mesti berlandaskan biodiversity atau keragaman. Adanya ekosistem tanaman yang stabil menyebabkan pengembangan mikroorganisme dan daur hara terjadi secara alami. Keragaman pada tanaman tak terbatas jenis dan budidaya, tetapi juga makhluk hidup lain. Ada companion plant, burung, ulat, dan mikroorganisme. Semakin banyak jenis makhluk hidup, semakin banyak mikroorganismenya. Prinsipnya, “Keragaman jenis itu akan mengembalikan kesuburan tanah,” kata doktor Ekologi alumnus Universitas Gadjahmada. Karena itulah ia menganjurkan agar hama tak dimusnahkan, tetapi cukup dikendalikan. Hal lain diungkapkan Dr Ir Sunarto Goenadi DAA, direktur Persada, di Yogyakarta. Menurutnya pertanian organik itu suatu sistem dalam memproses biomassa. Jadi tidak hanya melihat proses di lapangan, tetapi juga inputnya, organik atau tidak. Bila suatu petakan menerapkan sistem organik, tetapi petakan di sebelahnya tidak, lahan itu tidak bisa disebut organik. Di situ ada transfer bahan anorganik melalui air. Sedangkan organik itu sesuatu yang diproduksi secara alamiah, “Termasuk pengadaan bibit, tidak melalui rekayasa genetika,” ungkap Sunarto.
Tingkat Toleransi 30% 30%
Dengan prasyarat itu, membuat produk organik relatif sulit lantaran harus mengubah kebiasaan pekebun. Mereka khawatir ketika harus melewati masa transisi. Pada masa itu produksi turun sedangkan harga belum tentu bagus. Masa transisi untuk tanaman semusim, 18 bulan. “Tidak semua pekebun siap menerima risiko itu,” tutur rektor Universitas Teknologi Yogyakarta itu. Di masyarakat organik diasumsikan asal tidak menggunakan pupuk atau pestisida kimia. Bahkan pekebun padi di Sragen masih mentolelir pemakaian bahan anorganik hingga 25%. Sebuah kelompok tani di Berbah, Yogyakarta, membolehkan anggota menggunakan bahan anorganik hingga 30%. Yang penting persyaratan lain dipenuhi yakni, penanaman terus-menerus, ada batas lahan organik dan anorganik, serta air irigasi tidak melewati kebun. Benih diambil dari kebun organik, pascapanen sesuai ketentuan, dan ada label dari satu perusahaan. Toleransi aplikasi bahan kimia dilakukan pada awal bertani organik dan disebut semiorganik. Aplikasi dilakukan secara bertahap dengan mengurangi 1/3 dosis pupuk kimia, boleh monokultur dan menyemprotkan pestisida nabati. Pada tahun kedua pemakaian unsur kimia tinggal 10%, pada tahun ketiga pupuk dan pestisida kimia ditinggalkan. Produksi mereka dipasarkan dengan label organik.
Sertifikasi produk organik
Namun, yang mengklaim organik pun tidak dapat menjamin produksinya bebas dari residu. Sebab mereka tidak dapat menjamin polusi lingkungan secara umum. Produk organik memang istilah pelabelan. Pelabelan itu menyatakan suatu produk dihasilkan sesuai standar organik. Keabsahannya disertifikasi oleh otoritas atau lembaga resmi. Konsep organik menurut FAO yaitu sistem pengelolaan produksi holistik yang bertujuan untuk memperbaiki kesehatan agro-ekosistem. Termasuk keanekaragaman hayati, daur biologi dan kegiatan biologitanah. Tanpa penggunaan bahan sintetis, melainkan metode agronomi, biologi, dan mekanik. Menurut Sunarto Geonadi, staf Lembaga Sertifikasi Mutu Produksi Pertanian Persada di Yogyakarta, suatu sistem produksi pangan organik dirancang untuk mengembangkan keanekaragaman hayati secara menyeluruh dan meningkatkan aktivitas biologis tanah. Juga mendaur ulang limbah tumbuhan dan hewan sehingga dapat mengembalikan nutrisi ke lahan. Hal itu meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbarui.