Sehari Jadi Petani Stroberi
- 4 min read
Pagi itu Palupi sebut saja namanya begitu membuka pintu kayu di beranda depan. Mentari baru saja merekah di ufuk timur. Di antara embusan angin dingin, ia melangkah menuju deretan perdu berdaun hijau di atas bedengan bermulsa plastik. Jaraknya sekitar 20 m dari rumah itu. Setiba di sana tangan mungilnya dengan cekatan memetik buah merah nan ranum yang menyembul di sela-sela daun. Dalam sekejap keranjang plastik yang dibawa penuh stroberi buah merah itu. Itu bukan kebun milik sendiri. Palupi cuma “menumpang” jadi petani selama sehari semalam di kediaman Sunan di Dusun Pandan, Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu. Sejak sore kemarin gadis kota itu sudah menikmati suasana pedesaan bersama beberapa teman. Tadi malam ia sempat berbincang-bincang tentang budidaya dan pemasaran stroberi dengan kelompok tani setempat. Pagi ini setelah ikut memetik buah di kebun Sunan, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta itu berencana berkeliling ke kebun lain.
Daftar dulu
Kehadiran pelancong di Desa Pandanrejo pemandangan lazim. Maklum saja desa berketinggian 1.000 m dpi itu memang tujuan agrowisata stroberi. Lokasi di jalur pelancongan menuju Selekta, strategis untuk menjaring wisatawan. Ada 2 paket yang ditawarkan: jalan-jalan sehari dan menginap di rumah petani. Paket pertama, pengunjung ditemani pemandu berkeliling kebun. Untuk itu ia dipungut biaya Rp 10.000 per orang. Namun, jangan harap melihat hamparan stroberi berhektar-hektar. Fragaria vesca ditanam tersebar di kebun-kebun milik petani. Luasnya rata-rata 200-500 m2. Buah berbentuk jantung itu ditanam di bedeng-bedeng dengan dan tanpa mulsa plastik. Ada yang dekat kediaman petani, atau mengelompok agak ke belakangan pemukiman. Total jenderal luas penanaman 5-10 ha di seluruh desa. Pengunjung boleh mencicipi buah-Sunan menyebut jenis bali dan kalifomia-langsung di lahan. Tidak banyak, paling 1-2 butir. Bila ingin membawa pulang, buah hasil petik ditimbang dulu. Bobot total dikalikan harga jual Rp20.000-Rp25.000 per kg. Tak puas hanya sehari, pilih saja paket inap di rumah petani. “Dengan paket ini tamu bisa mengikuti kegiatan petani mulai dari penanaman sampai panen,” tutur Ir Heru Waskito, Kasubsie Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Batu. Untuk kegiatan sehari semalam setiap peminat merogoh kocek RplOO.OOO- Rpl75.000. Itu termasuk akomodasi (penginapan plus makan). Di akhir kegiatan, satu paket buah dan sayur tersedia cuma-cuma sebagai oleh-oleh. Lantaran jumlah rumah inap masih terbatas, peminat mesti mendaftar dulu pada Dinas Pertanian Batu atau ke Puskomindes (Pusat Komunikasi dan Informasi Desa) di Selekta.
Rumah kaca
Wisata stroberi di Batu, tak melulu itu. Di sana sudah ada lebih dulu Kusuma Agrowisata. Di lokasi pelesiran berjarak 2 km dari pusat kota Batu itu, aardbei- sebutan di Belanda-ditanam seluas 1,5 ha sejak 6 tahun silam. Begitu memasuki gerbang bertuliskan Kusuma Agro Sayur dan Strawberry terhampar tanaman perdu bersulur di kanan jalan. Di sini stroberi ditanam dalam rumah kaca berkonstruksi megah. Mitra Usaha Tani melihat 2-3 buah ranum muncul di sela-sela rumpun tanaman. Nun agak ke atas kiri jalan ia terhampar di areal terbuka. Pengunjung boleh mencicipi 2 buah tristar dan zelva-varietas yang ditanam. Sayangnya, aksi petik sendiri hanya bisa dinikmati saat musim raya Juni-Agustus. Puas berkeliling kebun, paling enak meneguk segelas jus stroberi di kafe di kiri gerbang masuk. Di dalam bangunan bergaya Jawa itu juga tersedia toko penjual jenang, atau buah segar. Buah asal daerah subtropis itu jadi favorit pengunjung. Padahal di sana juga ada wisata apel dan jeruk. Alasannya, “Banyak orang yang cuma tahu buah stroberi di pasar swalayan. Mereka mengira pohonnya tinggi, padahal perdu pendek,” tutur Ir Teguh Suprianto, penanggung jawab agrowisata Kusuma Agro. Di antara bunga Incarla Nurseri pilihan lain. Meski baru seumur jagung-baru ditanam pada Juli 2002-stroberi jadi primadona di kebun di kawasan Cibodas, Cianjur, itu. Si merah menyala itu paling menonjol meski populasi hanya 300 tanaman. Maklum di luar stroberi, Incarla melulu diisi beragam [tanaman hias](http://localhost/mitra/Tanaman Hias “tanaman hias”). Stroberi asal Belanda ditanam dalam 2 rumah plastik. Di dalam setiap rumah terdapat 3 bedeng masing-masing berisi 3 lajur tanaman. Posisinya tepat diapit koleksi bonsai dan penanaman geranium. Lantaran populasi masih sedikit pengunjung tak boleh memetik. “Biar orang lain tetap bisa melihat buah di kebun,” tutur Iin Hasim, sang pemilik. Oleh karena itu pengusaha bunga potong itu berencana memperluas penanaman dengan mengajak petani sekitar. Itu supaya pengunjung bisa puas memetik sendiri buah di kebun. [caption id=“attachment_20610” align=“aligncenter” width=“1511”] Asyiknya petik buah sendiri di kebun[/caption]
Anak sekolah
Penampilan nan cantik menginspirasi pekebun menjadikan stroberi sebagai obyek pelesiran. Model kombinasi wisata kebun dan kafe sudah lazim di mancanegara. Sekadar contoh, Strawberry Land di salah satu sudut Chiang Mai. Kota itu memang salah satu sentra penanaman terbesar. Dengan membayar 25 bath setara Rp50.000 per orang pengunjung boleh hilir mudik di kebun. “Kebanyakan pengunjung anak-anak sekolah,” tutur Ir Nancy Martasuta, ahli alih informasi Thailand-Indonesia. Di gerbang masuk, tersedia keranjang plastik seperti di pasar swalayan. Itu untuk wadah stroberi yang dipetik sendiri. Di dalam kebun pengunjung boleh makan sepuasnya. Tapi bila membawa pulang dikutip bayaran 50-60 bath setara RplOO.OOO-Rpl20.000 per kg. Pengunjung juga bisa menikmati beragam olahan stroberi di kafe bergaya rumah di Swiss. Tinggal pilih saja es krim, jus segar, manisan buah, selai, atau biskuit isi stroberi.