Sepenggal Ubi Meksiko di Tanah Citatah

  • 4 min read

Vila-vila dan beberapa saung di kanan kiri jalan yang masih terlelap seakan menjadi saksi. Itu perjalanan pagi demi menelusuri jejak Ipomoea trifida nenek moyang ubijalar Ipomoea batatas. Sang saudara tua itu kabarnya banyak ditemukan di sepanjang jalan utama Cianjur Bandung. Hawa kering dingin kian terasa saat mobil memasuki wilayah itu. Ungkapan, “Bila ingin merasakan udara Meksiko mampirlah ke citatah. rasanya tak berlebihan Karena di sanalah, di sebuah daerah yang terletak antara Cianjur dan Bandung itu, cikal-bakal ubijalar tumbuh subur bak di daerah asalnya, Meksiko. Jejak-jejak keberadaan Ipomoea trifida makin tampak saat ban mobil menginjak jalanan kecil di sebuah dusun di Citatah. Di tepi jalan daun-daun mirip trisula menjalar hingga menyemak. “Penduduk di sini menyebutnya huhuian,” ujar Gregori Garnadi Hambali, peneliti Ipomoea trifida yang menjadi pemimpin rombongan. Peserta eksplorasi pagi itu antara lain, Gregori Garnadi Hambali, Koko Cintoko Hadi dari CIP (Centro International du Papa), Alex Hartana dan Ismail Maskromo dari IPB, serta Mitra Usaha Tani. Senyum Greg sapaan akrab Gregori Garnadi Hambali terkembang saat kaki-kakinya menjejak tanah latosol yang kemerah-merahan di dusun sepi itu. Di atas tanah kaya bahan organik itulah Ipomoea trifida tumbuh. Kepuasan tergambar jelas di wajah peserta rombongan. Diterpa sinar matahari yang mulai naik, derap langkah 5 pasang kaki itu terdengar bersemangat. Dusun itulah pos pemberhentian pertama, menandakan perjalanan yang sebenarnya baru dimulai.

Sejarah Ubi huhuian

Tak ada seorang pun di Citatah yang tahu kapan dan bagaimana Ipomoea trifida mulai tumbuh di wilayah itu. Tetua dari Sindangsari desa terdekat dari area observasi menjelaskan, huhuian telah tumbuh di sana sejak beberapa dekade lampau. Meski tak banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, huhuian penyumbang besar pakan ternak di Citatah. Daun-daunnya yang lebat tanpa pandang musim merupakan herba yang disukai hewan pemamah biak. Umbinya yang kecil hampir tak pernah dikonsumsi. Ia kerap dijumpai pada musim kemarau. Ipomoea trifida tanaman merambat, tumbuh hingga mencapai panjang 8 m. Herba berwarna hijau dengan variasi ungu. Daun berbulu-bulu halus berbentuk ovate nyaris tak berbeda dengan ubijalar Ipomoea batatas, hanya saja lebih mini. Sama halnya dengan umbi yang dihasilkan. Meski bisa didapatkan tuber hingga sepanjang 10 cm, diameternya tak lebih dari 3,5 cm. Biji Ipomoea trifida disebut sebut sebagai calon perbanyakan dari tanaman ornamental itu. Biji asal Amerika tropis itu tumbuh sebagai tanaman perintis, tanpa perlakuan istimewa. Sifatnya yang diploid membuka kesempatan bagi penangkar untuk menghasilkan varietas baru atau sekadar memperbaiki kualitas ubijalar yang telah ada. Bukan sekadar omong bila tanaman itu adaptif di hampir semua jenis tanah. Saat rombongan mampir di dusun lain berlatar pegunungan kapur, Ipomoea trifida banyak dijumpai merambat di batuan karst hingga menyemak. [caption id=“attachment_20523” align=“aligncenter” width=“1511”] Lahirlah ubi berukuran besar pada generasi lebih lanjut[/caption]

Ubi Meksiko di Indonesia

Beberapa kali mobil rombongan mesti berpapasan dengan truk pengangkut batu bahan baku keramik. Jalan satu arah berbatu yang di beberapa sisinya tampak berlubang makin menyulitkan perjalanan. Hawa kering makin terasa, apalagi ditimpali panas matahari yang mulai menyengat. Debu-debu putih kapur beterbangan. Itulah iklim pendukung Ipomoea trifida untuk tumbuh subur di ketinggian 550 m dpi. Meski adaptif hampir di semua jenis tanah, huhuian suka udara kering dengan curah hujan rendah sepanjang tahun. Karena kelembapan tinggi akan menyebabkan busuk umbi dan daun. Bakteri penyebab busuk daun akan tumbuh pada kondisi lembap. Agroklimat Citatah memang mirip Meksiko. Daerah Amerika tropis itu meniupkan angin kering dengan rata-rata curah hujan rendah sepanjang tahun. Di sanalah biji Ipomoea trifida sebagai induk ubijalar berasal. Tak heran tanaman itu “betah” hidup di Citatah.

Sumber plasma

“Ipomoea trifida salah satu plasma nutfah yang harus dilestarikan,” tutur Greg. Tak heran bila peneliti tangguh itu berkeras dengan pendiriannya, Ipomoea trifida menyimpan potensi. Ipomoea trifida perlu dirunut sebagai bahan belajar untuk meningkatkan variasi Ipomoea batatas. Tanaman itu memiliki kromosom dasar yang rendah sehingga bisa dijadikan induk perbaikan ubijalar. Membuang sifat sifat buruk Ipomoea batatas karena penurunan genetik lebih mudah dilakukan pada spesies yang diploid tingkat kromosom rendah. Ipomoea batatas mempunyai level kromosom tinggi 2n=90 sehingga kadang sifat merambatnya tidak sempurna, seratnya kasar, dan bila ditanam dari biji kerap tidak berumbi. Di sinilah Ipomoea trifida memegang peranan. Sesepuh ubijalar itu bila disilangkan maupun diklonning dengan berbagai perlakuan akan menghasilkan varietas ubijalar baru yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan. Namun, hingga kini belum diketahui proses Ipomoea trifida berkembang menjadi Ipomoea batatas. Entah melalui persilangan dengan jenis lain atau persilangan dengan jenis yang sama pada level kromosom berbeda. Namun, bukan tidak mungkin bila kajian Ipomoea trifida telah mencapai akhir akan ditemukan varietas ubijalar dengan umbi yang lebih besar dan panen lebih cepat. Ketika hari kian panas, mobil Kijang saksi eksplorasi meluncur turun menuruni daerah Puncak, Cipanas, hingga Tugu Kujang kembali dijumpai. Perjalanan itu telah sampai di garis finish.