Serangan Cacing Emas Resahkan Petani Kentang

  • 6 min read

Johny Djunaedy berwajah muram pada November silam. Pertumbuhan kentang di lahan 0,5 ha stagnan akibat serangan cacing emas Globodera rostochiensis. Daun anggota famili Solanaceae itu tampak menguning lalu mati. Walau perkembangan umbi belum maksimal pekebun di Bumiaji, Kotamadya Batu, itu memanen ketika berumur 45 hari. Hasilnya cuma 4 ton, biasanya 16 ton.

Hal sama dialami Ny Mudijono. Pertanaman kentang berumur 85 hari miliknya layu, menguning, dan mati. “Ketika dipanen banyak umbi yang gembos tak berisi,” keluh pekebun di Dusun Sumberbrantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu.

Lantaran banyak umbi yang tidak berkembang, ia hanya memanen 4,5 ton. Padahal biasanya hasil panen dari luasan 0,5 ha minimal 8-9 ton. Menurut pekebun yang bertanam kentang sejak 1974 itu, biasanya terdapat 4-5 umbi besar per tanaman. Akibat serangan hanya 1-2 umbi besar.

Terdeteksi Sejak 2002

Waras, pekebun di dusun yang sama, malah tak sempat lagi menikmati panen. “Hama gurem benar-benar menghancurkan lahan kentang saya,” keluh Waras. Gejala serangan hanya tampak di beberapa titik pertanaman. Namun, ketika seluruh areal pertanaman dicabut, tak ada sebuah umbi pun yang bisa dipanen dari lahan seluas 1,5 ha.

Menurut Johny, gangguan petumbuhan pada tanaman mulai dirasakan banyak pekebun sejak pertengahan tahun lalu. Semula mereka hanya beranggapan itu akibat thrips yang lazim menyerang kentang. Thrips sudah dikendalikan dengan insektisida, meski tanaman tetap tak terselamatkan. “Kami tak pemah menduga jika biang keladinya justru nematoda yang balum pemah ada sebelumnya,” tutur Johny.

Pengamatan Johny menunjukkan, hama hanya menyerang pada musim hujan. Pada periode berikutnya, tidak ada gejala serangan. Waras juga berpendapat sama. Alasannya, sampai usia 103 hari saat Mitra Usaha Tani berkunjung pertengahan April lalu tanaman yang dibudidayakan di lahan bekas serangan tetap subur. “Hamanya sudah menghilang,“ duga Waras.

Larva Mampu Bertahan 30 tahun

Benarkah hama cacing emas sudah berlalu? Dr Toto Himawan MS, pakar hama dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, menuturkan, “Meski tanaman di daerah serangan tampak tumbuh sehat, bukan berarti hama tak ada lagi.” Mungkin saja hama tidak aktif menginfeksi lantaran dalam stadia telur. Yang ada hanya sista-sista yang membungkus 400-500 telur di dalamnya. Namun, begitu kondisi lingkungan mendukung, telur menetas menjadi larva aktif.

Untuk membuktikan pendapatnya, Toto mengajak Mitra Usaha Tani ke lokasi serangan. Begitu tanaman dicabut terlihat banyak sista kuning bersarang di sana. Bentuk bulat kecil, berukuran sekitar 1 mm.

“Sekali menginfeksi tanah, nematoda parasit mampu bertahan hidup di sana selama lebih dari 20 tahun,” papar Ir Daryanto MM, Direktur Perlindungan Hortikultura Departemen Pertanian. Saat kondisi lingkungan kurang kondusif, ia membentuk sista untuk bertahan dalam tanah. Cacing emas itu aktif kembali setelah kondisi lingkungan sesuai, suhu 10-21°C, tanah remah, dan pH netral. Apalagi jika ada eksudat akar tanaman inang.

Globodera rostochiensis Ditakuti dunia

Menurut Daryanto, nematoda yang menyerang kentang di Bra’seng, Sumberbrantas adalah Globodera rostochiensis. Masyarakat dunia menyebutnya golden cyst nematode atau nematoda sista kuning (NSK) karena membentuk sista berwarna kuning keemasan. “Di dunia ia termasuk hama yang paling ditakuti,” urai Daryanto saat membuka Pelatihan Petugas Penanggulangan NSK di Kota Batu, Jawa Timur

Menurut laporan Centre for Applied Biosciences International (CABI), nematoda ini berasal dari pegunungan Andes, Amerika Selatan. Sekarang ia menyebar ke berbagai belahan dunia: Eropa, Afrika, Asia, hingga Australia. “Sedikitnya sudah 65 negara yang melaporkan adanya kasus serangan,” ucap Daryanto.

Sebelumnya NSK tidak ditemukan di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh daftar yang dirilis CABI pada 2002 tentang Wilayah Penyebaran NSK. Di Indonesia ia termasuk dalam daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina kelas A1. Artinya, belum ditemukan di dalam negeri, tetapi diawasi ketat agar tidak masuk ke Indonesia.

Cacing Emas baru diketahui ada di Indonesia sejak Maret lalu. “Waktu itu ada keluhan dari pekebun di Sumberbrantas, Batu, bahwa produksi tanaman terus menurun akibat serangan penyakit aneh,” ungkap Daryanto. Pengamatan pekebun, tanaman tumbuh kerdil, cepat layu, menguning, dan bahkan mati sebelum mencapai usia panen.

PT Syngenta, produsen pestisida, yang pertama kali menerima laporan pada akhir Februari 2003. Keluhan itu lalu dilaporkan ke Direktorat Perbenihan Hortikultura melalui BPSB Jawa Barat. Dari sana laporan diteruskan ke Direktorat Perlindungan Tanaman.

Langkah berikut dibentuk tim khusus melibatkan institusi pemerintah dan swasta untuk mengklarifikasi kebenaran informasi. “Pemeriksaan contoh tanah dan tanaman di 5 laboratorium semuanya menyatakan positif, bahwa nematoda itu adalah Globodera rostochiensis,” kata Daryanto.

NSK Hanya Ditemukan Di Sumberbrantas

Menurut Ir Agus Muharam MS, kepala Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang, sampai saat ini NSK hanya ditemukan di Sumberbrantas. “Dari sekitar 800 ha lahan kentang di sana, 200 ha di antaranya terbukti terinfeksi nematoda itu,” ungkapnya.

Survei di beberapa sentra lain seperti Nongkojajar, Jawa Timur dan Pangalengan, Jawa Barat menunjukkan hasil negatif “Tim survei yang berkunjung ke sini tidak menemukan adanya NSK,” papar H. Kusnan, pekebun kentang di Nongkojajar, Pasuruan. Wildan Mustofa, pekebun di Pangalengan, Bandung, juga mengaku wilayahnya bebas serangan.

Meski baru ditemukan di Sumberbrantas, kehadiran hama ini memprihatinkan. Pasalnya, selain menurunkan kualitas dan kuantitas produksi, serangan juga dapat mengancam agribisnis kentang di Indonesia. Apalagi di pasar ekspor, “Negara-negara konsumen pasti memperketat masuknya kentang dari Indonesia,” tutur Daryanto. Volume ekspor kentang Indonesia minimal 30.000 ton/tahun.

Karena ancaman kerugian itulah Direktorat Perlindungan Tanaman cepat bertindak. Seminggu setelah dipastikan hama yang menyerang kentang Sumberbrantas positif cacing emas, instansi itu menggelar pertemuan koordinasi nasional di Jakarta.

Disebar pula surat peringatan dini kepada Dinas Pertanian dan Balai Proteksi Tanaman di seluruh provinsi penghasil kentang, Isinya, agar melakukan tindakan pengendalian yang dianggap perlu. Langkah serupa juga dilakukan Kepala Pusat Karantina Pertanian yang meminta semua UPT balai dan stasiun karantina seluruh Indonesia mewaspadai NSK.

Disebarkan dari Benih impor

Agus Muharam menduga NSK masuk ke Indonesia terbawa benih impor. “Mungkin ada benih impor terinfeksi yang lolos dari pemeriksaan karantina.” Lolosnya benih impor terinfeksi hingga ke lahan petani sangat disayangkan. Ir Eddy Rusbandi Sulaiman dari Balai Pengembangan Benih Kentang, mengklaim ada importir yang memasukkan benih tanpa sertifikat dan tidak lewat karantina. “Kalau benih impor lewat karantina, itu pasti bersertifikat dan ada jaminan kualitas,” paparnya. Benih bersertifikat, antara lain harus bebas nematoda.

Dari kasus ini, Eddy berharap impor benih lebih diperketat. Namun bukan berarti keran benih impor ditutup. Sebab, kebutuhan benih kentang di Indonesia mencapai 120.000 ton/tahun. Kebutuhan Jawa Barat saja 35.000 ton/tahun. Yang dapat dipenuhi pihak BBI hanya 2%, sisanya harus dipenuhi benih lokal dan impor.

“Selain memperketat impor benih, isolasi benih dan umbi konsumsi dari daerah terserang juga harus dilakukan,” papar Wildan. Sebab menurutnya, peredaran benih lokal juga dapat mempengaruhi penyebaran nematoda Cacing Emas.

Menanggapi hal itu, Ahmad Firman, Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Jawa Timur, berjanji serius mengawasi peredaran bibit di masyarakat. ’ Malah menurutnya, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat keputusan yang mengatur perbenihan untuk isolasi dan mencegah penyebaran NSK.

Selama ini pekebun Sumberbrantas juga banyak memproduksi bibit. Selain dipakai sendiri, bibit juga dipasarkan ke luar daerah. Karena itu Ahmad Firman berharap pekebun di Sumberbrantas tidak lagi melempar bibit ke daerah lain. Maksudnya supaya nematoda menakutkan itu tidak meluas ke daerah lain