Sukses Hidroponik Dengan Sayuran Daun
- 4 min read
Teorinya, pemilihan sayuran untuk hidroponik sebaiknya bernilai ekonomi tinggi. Pasalnya teknologi ini memakan biaya tak sedikit. Agar menguntungkan, orang lebih memilih sayuran buah sebagai unggulan. Misalnya paprika dan mentimun jepang. Namun, beberapa pengusaha justru lebih sreg memilih sayuran daun. Padahal komoditas itu identik dengan harga murah. Hestu Diah, staf Koperasi Semangat Panca Bersaudara (SPB) kini kelabakan. Perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik itu kebanjiran permintaan. “Ada 2 konsumen baru yang membutuhkan sayuran daun,” kata Hestu. Pasar swalayan dengan 5 gerai dan restoran terkenal di Jakarta adalah pemintanya. Sayang untuk tahap awal, perusahaan yang juga pengembang perumahan ini tak bisa memenuhi seluruhnya. “Untuk pasar swalayan kita hanya sanggup 100 unit (7 unit= 200g-250g-Red) per item dalam 2 hari sekali,” ujar Hestu. Padahal ada 6 jenis yang diusahakan. Sedangkan untuk restoran dibutuhkan 100kg kangkung setiap.
Konsisten daun
Koperasi yang berdiri Mei 1999 ini terhitung sukses. Mulanya luasan usaha hanya 200m2, lalu diperluas jadi 440m2, dan September 1999 menjadi 1.440m2. Rencananya, dalam waktu dekat lahan penanaman akan ditambah lagi. “Mungkin sekitar 2 kali lipatnya (total 3.000m2-Red)” jelas Hestu. Itu semua untuk mengantisipasi permintaan pelanggan yang terus bertambah. Saat ini perusahaan yang berkebun produksi di Kedunghalang, Bogor tersebut mengusahakan 6 jenis sayuran. Empat sawi, yaitu sawi kipas, sawi sendok, sawi selada, dan sawi hijau. Di luar itu ada lettuce merah dan kangkung. Sejak awal mengusahakan sayuran hidroponik, SPB memang konsisten memilih sayuran daun sebagai pilihan. Hal ini terus berlangsung hingga kini. Ada sejumlah pertimbangan yang melatarbelakangi pemilihan 6 macam sayuran itu. “Kita sengaja pilih yang berumur pendek untuk memutus siklus hama,” ujar Henny Gunawan, Manajer Produksi. Masa tanamnya berkisar 15-25 hari. Dampaknya hama tak bisa berkembangbiak dan serangan berat bisa dicegah. Dengan cara tersebut, mereka bisa menjual produknya dengan iming-iming bebas pestisida. Selain itu, iklim di sekitar lahan hanya cocok ditanami jenis sayuran daun tersebut. Sangat tidak pas bila memilih sayuran buah seperti paprika atau tomat. Iklim kebun SPB di Bogor tidak mendukung pertumbuhannya dan hasilnya bakal tak optimal.
Kebutuhan banyak
Pertimbangan lain yakni, dibutuhkan dalam jumlah banyak. Masalahnya, “Sayuran daun merupakan kebutuhan sehari-hari,” ujar Hestu. Apalagi, “Jenisnya familiar di mata masyarakat,” tambahnya. Dengan alasan tersebut mereka tak mengalami kesulitan dalam menjualnya. Alasan serupa juga dikemukakan oleh Rustam Tie, produsen sayuran dan buah hidroponik di Goalpara, Sukabumi. Meski mulanya pernah mencoba mentimun jepang, tapi kini “Saya lebih konsentrasi di sayuran daun,” ucap mantan peserta pelatihan Mitra Usaha Tani. Menurut Rustam, pasar lebih mudah ditembus dan lebih gampang menerima produk itu. Saat ini ia memilih caisim dan pakcoy sebagai andalannya. “Caisim bisa saya jual dengan harga Rp 3.000 per kg,” kata pemilik 3 greenhouse dengan luasan total 2.000m1 2 3. Harga tersebut bisa diperolehnya lantaran pasar yang dipilih konsumen menengah ke atas. Karenanya para pelanggan lebih mementingkan kualitas. “Caisim dan pakcoy saya beda, rasanya lebih renyah, segar dan mulus,” tutur Rustam. Meski demikian faktor kontinuitas juga perlu dijaga. Pernah suatu kali sang pelanggan mengurangi “kuotanya”. “Ada pemasok lain yang masuk dan menjualnya dengan harga lebih murah,” ujar Rustam. Namun hal itu tak berlangsung lama. Saingannya tak bisa memasok jumlah yang diminta secara rutin. Lantaran kelabakan, akhirnya sang pelanggan terpaksa balik lagi memesan sayuran Rustam.
Tergantung pasar
Jenis sayuran daun yang dipilih memang tak ada patokan pasti. Problemnya sayuran daun relatif lebih mudah diusahakan. Dalam hal ini produsen harus jeli melihat pasar. Serupa dengan kondisi sayuran umumnya, harga yang ada sangat fluktuatif. Misalnya, lettuce yang populer bernilai jual tinggi pernah anjlok drastis. Dari “Rp 4.500 per kg bisa turun sampai sekitar Rp l.000,” keluh Rustam. Dengan informasi pasar yang benar sayuran daun bisa jadi pilihan utama. Beberapa pengusaha baru misalnya, memilih sayuran dengan pasar dan pemain terbatas. Contohnya, Gemala Hatta, pemain baru hidroponik di Cipanas. Ia disarankan memilih horenso sebagai pilihan. Horenso atau bayam jepang memang berharga bagus. Rata-rata harga per kg Rp 5.000. Sedangkan saat tak musim, terutama ketika musim hujan tiba, harga sayuran berumur 45 hari ini meroket sampai Rp l2.500. Dengan hidroponik tentunya hambatan lantaran cuaca bisa dikesampingkan. Karena itu, sekali lagi, pasar adalah kunci utama