Tanaman Hias: Kuningnya Anggrek Kaki Gunung Gede

  • 4 min read

Penampilan Phaius kuning milik Satria Wira mirip Calathea. Warna bunga kuning oranye tersusun dalam “tandan” yang mengarah ke atas. Anggrek langka ini dipelihara dalam kuhah berjaring agar tidak dilalap ulat. Anggrek itu berasal dari lereng Gunung Gede. Satria Wira memperolehnya pada 1998 dan langsung menanamnya di tanah setelah bagian bawah diisi serasah daun. Setelah dipelihara satu tahun, Februari lalu bunga yang ditunggu-tunggu Satria Wira mulai muncul. Ada 4 varian warna: kuning-oranye, kuning, krem, dan putih. Bunganya kecil-kecil, tersusun ke atas, tampak anggun. Meski sering ‘bergaul’ dengan anggrek-anggrek spesies, Director of marketing communication sari pan pacific Hotel ini sama sekali tidak mengetahui jenis koleksi kebanggaannya. Anggrek itu mekar 2 kali setahun, Januari-Februari dan Oktober-November. Bunganya mekar dari bawah ke atas. Ketahanannya mencapai 2 minggu. Menurut Satria Wira, anggrek sejenis pernah ditemuinya di lereng Gunung Gede dan G. Slamet. Yang dari Gunung Slamet dianggap lebih menarik karena variasinya lebih banyak. Karena ditemui di lereng gunung, tempat tumbuhnya pun harus dataran tinggi.

Untuk taman

Selain phaius, ada beberapa anggrek tanah, misalnya spatoglotis dan calanthe. Spatoglotis paling memasyarakat, tetapi yang berbunga kuning masih langka. Kebanyakan ungu atau putih. Lantaran masih langka, spatoglotis kuning dianggap eksklusif. Di Indonesia, Calanthe kuning belum banyak dijumpai. Contohnya ada di Jepang, dikenal dengan nama Calanthe sieboldii. Spatoglotis kuning mulai dikenal masyarakat pada 1990-an. Salah satu pemiliknya, Slamet di Bandung, memiliki beberapa macam spatoglotis: kuning dan putih. Pada 1998, Widjaya Orchid mendatangkan 1000 bibitnya dari Singapura setelah melihat potensinya sebagai elemen taman. Di Singapura, anggrek itu diperbanyak dengan sistem kultur jaringan. Induknya dari Filipina. Di Sentul, Bogor, Widjaya Orchid memperbanyak lagi melalui pemisahan anakan. Spatoglotis istimewa karena bisa berbunga setiap saat. Bunganya muncul dari bulb baru. Setiap bulb menghasilkan satu tangkai, yang digelayuti 3-4 kuntum bunga. Setiap kuntum bertahan 2-4 hari lalu layu, digantikan bunga berikut. Total keindahannya bisa disaksikan selama 2 minggu. Bila tanaman subur, tangkai itu akan terus tumbuh dan menghasilkan bunga baru. Kalau satu bulb sudah menghasilkan bunga, ia tidak akan menghasilkan bunga. Sebagai gantinya, akan terbentuk anakan baru yang akan membentuk bulb. Lantaran berbunga semarak dan mudah perawatannya, spatoglotis kerap ditampilkan di taman. Fungsinya sebagai tanaman border yang perlu tanaman dalam jumlah banyak. Bisa dibayangkan betapa eksklusifnya taman itu bila satu polibag spatoglotis kuning -berisi 2 tanaman-, harganya Rp 75.000. (Syah Angkasa)

Tanggulangi Soka Pot Kerdil dan Meranggas

Soka sangat awet kalau tumbuh di tanah. Setelah ditanam di pot justru sering terjadi masalah. Tanaman meranggas, tumbuh kerdil, dan malas berbunga. Soka pot memang peka perubahan media tanam. Kalau pertumbuhan soka pot kerdil, daun menjadi klorosis karena pucat keputih-putihan. Wah, ada yang menyebut gejala itu proses variegata. “Itu salah. Itu soka sakit,” cetus Greg Hambali, pakar salak dan palem, yang sejak 1980-an sudah hobi menyilang soka. Yang banyak dipotkan biasanya soka mini. Soka itu secara genetis memang tumbuh pendek dan berdaun kecil. Soka bukan tanaman asli Indonesia. “Hobiis mengenalnya sebagai Ixora coccinea. Mereka mendatangkan dari Thailand,’’ungkap Greg Hambali.

Cepat masam

“Masalah soka pot, biasanya media tanam cepat masam,” tutur Greg Hambali. Penyebabnya media tanam terlalu banyak air lantaran tanaman terlalu sering disiram. Media tanam yang memadat, saluran pengeluaran air tersumbat, bisa membuat media tanam mengeras atau terlalu banyak mengandung air. Karena pH media tanam menjadi rendah, pertumbuhan soka terganggu. Soka sangat peka perubahan pH karena toleransinya jelek. Soka yang menunjukkan gejala klorosis, meranggas, atau kerdil, perlu segera “disembuhkan”. Media tanam yang masam dinetralkan. Paling praktis ganti media tanam sekaligus melakukan pergantian pot. Media tanam terdiri dari campuran 50% pasir dengan 50% humus sangat bagus untuk soka pot. Pasir bersifat porous sekaligus menetralisir kemasaman kompos, karena pasir mengandung kalsium karbonat. Humus menahan air sehingga menjaga kelembapan media tanam, sekaligus sumber pupuk organis. Dengan media tanam itu soka bisa tahan 6-8 bulan dalam kondisi normal dan sehat. Kalau akar sudah menggumpal sebaiknya dipangkas, begitu pula sebagian tajuknya. Pemangkasan akar perlu diikuti dengan pemangkasan tajuk, agar penguapan air seimbang. Baru setelah itu soka ditanam dipot dengan media tanam baru. Satu bulan kemudian tunas-tunas daun dan pucuk-pucuk baru sudah mulai menyembul ke luar. Selain media tanam cocok, lubang pengeluaran air pun teijaga sempurna alirannya. “Soka juga perlu cahaya banyak,” Greg Hambali mengingatkan. Penampatan di ruang terbuka atau tempat yang terkena sinar matahari sepanjang hari sangat cocok untuk soka. Minimal mendapat 6 jam penyinaran kalau mataharinya terik. Ditaruh di tempat yang kurang cahaya, soka malas berbunga.