Tanaman Hias: Tak Henti Berburu Tanaman Unik
- 4 min read
Kumpulan kelapa di pot 30 cm itu tingginya cuma 50 cm. Uniknya, kelapa itu membentuk anakan berjumlah 19 pohon. Di teras rumah di bilangan Puri Indah, Jakarta Barat, itu juga ada kelapa yang mudah remuk seperti kerupuk. Sekitar 300 an tanaman unik lain tumbuh subur dan tertata rapi. Itulah hasil perburuan tak kunjung henti Thomas Aquinas Santosa sejak 13 tahun silam. Nurseri nurseri di seputar Jabotabek adalah tempat perburuannya. Seleranya dalam memilih tanaman agak berbeda dengan kolektor lain. Dokter gigi itu tidak hanya mencari tanaman unik dan langka. Sosoknya juga harus indah. Gandrungnya alumnus Universitas Trisakti itu pada tanaman unik lama kelamaan terdengar ke berbagai tempat. Kini ia sering mendapat tawaran dari Medan dan daerah lain di Jawa. “Saya sering dapat foto tanaman dari Medan dan Yogyakarta lengkap dengan harga penawaran,” ujarnya. Kalau memang unik dan harga sesuai, Santoso menindaklanjuti.
Kelapa remuk
Kelapa adalah koleksinya yang terbanyak, 25 pot. Jumlah ini pun sebenarnya sudah jauh berkurang daripada dahulu yang pernah sampai 125 pohon. Istimewanya, seluruh koleksi itu bercabang dengan beragam variasi. Bahkan ada yang berbatang ganda dengan 2, 3, atau 5 cabang. “Saya paling suka kelapa karena paling elegan,” tuturnya. Pria yang besar di Purwokerto itu bangga sekali dengan kelapa remuknya. Kelapa ini dulu diantar oleh seorang pemburu tanaman. Pohon itu diperoleh dari Jampang, Sukabumi. Pemburu itu mematahkan 1 pelepah dengan mudah, seperti kayu kering. Keanehan yang dulu dipertontonkan oleh penjualnya itu kini sering diperlihatkan ke rekan rekannya. Pelepah kelapa dipegang dengan tangan kiri, yang kanan mematahkannya beberapa kali,…krek… krek…krek. Bekas potongan rata, persis hasil tebasan benda tajam. Semua bagian tanaman; pelepah, daun, dan serat mudah diremukkan. Bila bosan dengan bentuk tanaman, Santoso pun berkreasi lewat teknik pangkas. “Korban” kreativitasnya itu antara lain kelapa bercabang 3 dengan posisi sejajar. Oleh ayah James Hartono itu, semua akar cabang kiri dan tengah dipotong. Akar tersisa hanya hanya ada di bagian kanan. Dua cabang tanpa akar itu kemudian diangkat lebih tinggi sehingga tidak menyentuh tanah. Mereka hanya bertumpu di batang terakhir sehingga bentuknya jadi unik karena batang nungging. Lain lagi tekniknya kalau daun lebar yang mau dipermak jadi kecil. Caranya, begitu ada bagian pelepah daun yang kering, langsung diiris tepat di bagian cokelat. Beberapa bulan kemudian daun baru yang muncul jadi kecil. Namun, pernah juga kreativitas itu menimbulkan korban. Karena ingin cepat melihat daun mengecil pelepah hijau pun diiris. Hasilnya, daun bukannya makin kecil, tetapi justru tanaman mati karena batang membusuk. Kehilangan yang lebih besar pernah diderita. Saat itu 100 kelapa mati berbarengan. Pasalnya, kelapa ditanam utuh dengan sabut lalu diletakkan di tempat terbuka. Karena sering disiram air sekaligus terik matahari, “Sama saja direbus, sehingga semua sabut membusuk dan akhirnya mati,” ungkap pria tinggi besar itu.
Koleksi Tanaman unik
Toh, koleksi yang Mitra Usaha Tani lihat di rumahnya masih amat banyak, mencapai 300 pohon. Mereka dipajang di halaman, seluruh teras di lantai 2, kiri, kanan, dan depan. Supaya lebih banyak yang tertampung, koleksinya ditata di para para miring. Atap rumah juga jadi sasaran. Di sana dibangun kerangkeng besi untuk menampung belasan palem. Kristata dan daun variegata melengkapi ragam unik tanaman di sana. Kristata terjadi lantaran titik tumbuh tanaman rusak sehingga pertumbuhan menyamping, mirip kipas. Daun berjajar rapi di ujung “kipas”. Santoso mengoleksi lebih dari 5 pot. Koleksi andalan berbentuk keong lengkap dengan cangkang. Ada pula nolina yang pertumbuhannya hanya ke 1 arah. Helaian daun lebat bak tersisir rapi mengingatkan kita pada rambut Barbie, si boneka cantik. Di rumah Santoso juga ada bambu bercabang, palem waregu palem pakis haji, bercabang, dan belasan tanaman daun variegata, seperti melinjo, buni, ulmus, dan aneka palem. Sosok nolina variegata juga paling istimewa. Daun putih lebat dan bertajuk rapi.
Sulit Untuk Dibonsai
Sebelum mengoleksi tanaman unik, kelahiran Purwokerto 42 tahun silam itu gandrung pada bonsai. Puluhan bonsai dikoleksi sejak 1988. Lantaran kesibukan sebagai dokter gigi kian menyita waktu, serta kemampuan membonsai minim,akhirnya ia kewalahan. Tanaman yang semula terpangkas rapi, perlahan lahan rusak. Ranting “gondrong” dan melebar. Akhirnya ia memutuskan melego bonsai 2 tahun kemudian. Namun, isa bonsai masih ada dengan bentuk lumayan bagus. “Saya masih mendatangkan orang untuk merawat,” tutur kolektor uang kertas rupiah, perangko, dan keris itu. Sebagai ganti bonsai, ia mengumpulkan tanaman unik, bukan langka. Tanaman unik itu tak bisa dibeli orang meski berduit. Tanaman unik itu sendiri gampang dirawat, cukup disiram setiap hari. Sedangkan pemberian pupuk slow release sebanyak sendok teh per pot sekali setiap bulan. Perlakuan itu dibarengi penyemprotan pupuk ikan. Penggantian media hampir tidak pernah dilakukan. Sikas kristata, misalnya sudah 8 tahun tidak pernah ganti pot atau pangkas akar tetapi tetap sehat. Meski daun kian kecil, tetapi justru kian artistik. Nilai jual dipastikan berlipat ganda. Kelapa cabang 3 misalnya, dulu dibeli Rp300.000, setelah bercabang 19, ditawar peminat Rp3,5 sampai juta, tetapi ditolak Santoso.