Tubuh Bugar karena Bebas Residu Kimiawi

  • 4 min read

Dua tahun lalu merupakan lembaran hitam bagi kesehatan Sri Qoriah. Ia terkungkung hipertensi. Tensimeter tak beranjak dari 160/100 mmHg hingga jantungnya selalu berdebar-debar. Amarah pun mudah meluap. Sejak rajin mengonsumsi sayuran organik, hipertensi itu berangsur normal, 120/80 mmHg. Berobat ke dokter hingga 3 kali sebulan kini tidak lagi dilakoni.

Anak semata wayang, Konita Nurqolbi, saksi betapa saat penyakit itu menyerang, sang ibunda sering marah-marah tak jelas juntrungannya. Berbagai pengobatan ditempuh agar itu lekas sembuh. Terapi urine hingga obat tradisional sempat dicoba. Sayang, efeknya tak begitu manjur.

Satu saat anggota dharma wanita Persit Kartika Chandra TNI AD itu mengikuti seminar kesehatan keluarga. Kebetulan dr Rini Damayanti, dari Tidusany Farm, produsen sayuran organik di Bandung, mempresentasikan manfaat sayuran organik. Itulah pertama kali Sri Qoriah berkenalan dengan produk organik.

“Saya tertarik karena kebetulan sedang melakukan terapi food combining," tuturnya. Terapi itu dijalani sebagai upaya akhir menurunkan hipertensinya. Pucuk di cinta ulam tiba, program food combining menganjurkan produk organik sebagai bahan pangan.

Sehabis seminar Sri Qoriah minta dipasok beragam sayuran. Wortel, bayam, seledri, dan bit. Bahan-bahan itu dimanfaatkan untuk jus. Beberapa bulan berjalan, dampaknya terlihat. “Tubuh jadi lebih segar, hipertensi hilang, dan bobot badan pun menurun. Dari semula 65 kg kini tinggal 58 kg,” ucapnya berseri-seri.

Lebih sehat

Lebih sehat dan lebih aman dengan organik

Banyak kegunaan

Menurut dr Rini Damayanti sayuran organik membebaskan pengonsumsi dari bahan kimia beracun. Contoh senyawa kimia Urea bila masuk ke tubuh tidak dapat diekskresi secara sempurna. Bila terus menumpuk bisa menyebabkan kanker lambung. “Malah WHO (World Health Organization, Organisasi Kesehatan Dunia, red) menyebutkan Urea bisa berakibat kerusakan saraf pusat,” ucap ibu 2 putra itu.

Hasil survei New Zealand Food seperti dilansir Journal See Soil & Health 2001 menyebutkan tanaman yang disemprot pestisida setidaknya memiliki 17 macam residu. Bila residu itu terakumulasi bertahun-tahun di tubuh bersifat karsinogenik, kelainan fungsi endokrin, lever, abnormal pada janin, dan beberapa kelainan di sistem syaraf serta kekebalan tubuh.

Penelitian di Rutgers University, Amerika Serikat, pun memperlihatkan kadar mineral sayuran organik dan nonorganik. Contoh, selada organik rata-rata bobot kering per 100 g memperlihatkan kadar fosfat, kalsium, dan magnesium, 4 kali lebih tinggi daripada nonorganik. Beberapa mineral seperti cobal dan sodium malah tidak didapati pada selada nonorganik. Sodium berfaedah pada proses metabolisme tubuh.

Dr Guy Chapman, pendiri Soil & Health Association, dalam publikasinya menyatakan pangan organik secara umum memang menyehatkan tubuh. Ia yakin setelah mendapat bukti dari serangkaian ujicoba pada mencit. Dari 14 perlakuan pakan organik dan nonorganik, satwa pengerat yang diasupi produk organik memiliki pertumbuhan lebih cepat, organ reproduksi lebih sehat, dan kemampuan memulihkan diri dari luka lebih singkat.

Toh, ada juga beberapa pakar di mancanegara yang menganggap keamanan pangan organik sama saja dengan pangan nonorganik. Malah di salah satu publikasi di University of Georgia, Amerikat Serikat,pada 2001 pangan organik berpeluang lebih besar tercemar E. colif bakteri penyebab sakit perut. Biang keladinya penggunaan pupuk kandang sebagai unsur hara.

Cermati secara wajar

Pendapat-pendapat mengenai keampuhan organik perlu dicermati secara wajar. “Belum ada bukti menunjukkan jika pangan organik lebih sehat, lebih bergizi, dan lebih aman. Tanpa pertanian konvensional sebagian umat malah akan mengalami kelaparan,” tutur Dr Ali Khomsan, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor.

Jadi apa jasa pangan organik? Menurut dosen jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga setidaknya pangan organik berjasa meminimalisasi penggunaan pestisida dan pupuk buatan. Para pelaku mengikuti aturan dosis yang aman bagi lingkungan. “Biarkan masyarakat memilih. Bagi penggemar organik mungkin merasakan enak, atau mereka ingin menunjukkan kepada lingkungan tentang gaya hidup baru mengonsumsi pangan organik,” tutur doktor lulusan Iowa State University, Amerika Serikat, itu.

Meski begitu dukungan kemajuan pangan organik terus meningkat dari tahun ke tahun seiring merebaknya berbagai penyakit. “Skandal pangan seperti penyakit sapi gila, Bovine Spongy Encephalopathy (BSE), dan munculnya E. coli 057:h-7, pada produk daging mendorong melonjaknya permintaan produk organik,” papar Prof Dr Florentius Gregorius Winarno dari M-Brio, lembaga sertifikasi organik.

Terbukti, beberapa negara kini giat mengkampanyekan produk organik. Di Inggris, setiap pekebun organik dapat memperoleh pinjaman hingga 10.000 poundterling. Thailand, Cina, dan India mengucurkan dana khusus bagi pertanian organik. Selain hasilnya dikonsumsi sendiri, permintaan ekspor dari Amerika dan Eropa ternyata menanjak tajam. Bagaimana di dalam negeri? Kesadaran akan pentingnya pertanian organik sudah berjalan. Rancangan Standar Nasional Indonesia-nya kini sedang dalam tahap penyusunan. Di lapangan, beberapa pemerintah daerah sudah melakukan go organic. Paling tidak impian go organic untuk seluruh Nusantara bisa terwujud pada 2021 nanti.