Tujuh Ruangan Penting Dalam Budidaya Jamur kancing

  • 3 min read

Dulu, di Eropa champignon lazim dibudidayakan dalam gua-gua untuk memperoleh kelembapan yang sesuai. Di Indonesia, dataran tinggi dipilih untuk mendapatkan suhu yang cocok bagi jamur kancing itu. Kini kendala iklim itu disiasati dengan penggunaan AC dan boiler. Penggunaan teknologi modern terbukti memudahkan budidaya dan mendatangkan hasil maksimal. Sayangnya peralatan itu mahal bagi petani skala rumah tangga. Namun, ada beberapa alat yang dapat ditiru secara sederhana atau dimodifikasi sesuai kondisi. Bahannya tak harus mahal, yang penting tepat guna. Berikut hal-hal yang perlu disiapkan jika Anda berminat mengembangkan champignon skala industri.

  1. Gudang bahan baku Fungsinya menyimpan media tanam, seperti jerami padi, kapur, urea, gipsum, dan kotoran ternak. Bangunan berbentuk los tanpa dinding. Lantai disemen untuk mencegah kelembapan. Dengan cara itu bahan baku tetap kering dan bersih. Hindarkan gudang dari sumber api karena jerami mudah terbakar. Buat para-para untuk menyimpan bekatul, urea, gipsum, dan kapur. Usahakan ruangan tidak basah dan lembap. Sebab, bekatul mudah busuk dan gipsum mengeras. Kotoran ternak belum matang menebarkan bau tak sedap. Untuk itu simpan di gudang terpisah jauh dari areal produksi.
  2. Ruang pengomposan Ruangan ini tempat mencampur bahan baku. Bangunan dibuat tanpa dinding dan berlantai semen. Kompos diletakkan dalam lajur-lajur berjajar. Agar kompos tercampur sempurna, dapat dipakai mesin pencampur. Conveyor (ban berjalan) digunakan untuk memindahkan kompos ke ruang pasteurisasi. Dengan mesin pencampur dan conveyor, proses pengomposan untuk 6 rumah tanam dapat dilakukan sekaligus. Kapasitas itu 2 kali lipat dibanding pencampuran manual.
  3. Ruang tunnel dan boiler Disebut juga ruang pasteurisasi. Sebelum dipakai sebagai media tanam, kompos disterilkan di ruang ini. Untuk menghemat biaya, dinding dibuat dari batako dan lantai disemen. Ruangan dilengkapi blower, ventilasi, dan rak-rak penyimpan kompos. Di depan pintu masuk diletakkan alas formalin untuk memutus rantai kontaminasi. Bentuknya seperti bak dengan kedalaman 3 cm yang diisi cairan formalin. Sebelum masuk ruangan, alas kaki dicelupkan pada cairan tersebut agar steril. Kompos diletakkan di para-para (perforated floor) atau krepyak. Di bawah para-para itu terdapat pipa yang terhubung dengan boiler. Udara panas dari boiler keluar lewat pipa itu dan memanaskan kompos. Pasteurisasi di rumah kompos model tunnel ini berlangsung 2-3 jam; cara konvensional memerlukan waktu 14 atau 40 jam. Setelah boiler dimatikan, suhu kompos naik dengan sendirinya. Cara itu memungkinkan suhu puncak 60-65°C tercapai dalam tempo 5-6 jam. Untuk mengatur suhu, ruang pasteurisasi dilengkapi dengan sensor suhu. Jika suhu naik, blower dinyalakan untuk menurunkan temperatur.
  4. Spawning room (ruang pembibitan) Kompos steril dibawa ke ruang pembibitan dengan conveyor (ban beijalan). Ruang ini terdiri atas 2 bagian, ruang pencampuran kompos dan ruang inkubasi. Kompos steril diaduk rata dan ditaburi bibit dengan mesin pencampur. Setelah itu tempatkan di ruang inkubasi hingga miselium tumbuh. Pertumbuhan miselium di ruang itu lebih cepat 1-2 hari dibanding ditebar langsung di rumah tanam. Cara ini menghemat waktu pakai rumah tanam. Sebab, ketika bibit di ruang inkubasi, rumah tanam bisa digunakan untuk jamur produktif.
  5. Ruang persiapan casing Dalam budidaya champignon dikenal tahap casing, yaitu menaburkan tanah steril pada kompos yang miseliumnya telah tumbuh sempurna. Tanah steril itu ditempatkan di kantung-kantung dan disimpan dalam ruang ini. Sebaiknya letak ruangan berdekatan dengan boiler untuk memudahkan sterilisasi.
  6. Ruang tanam Ukuran ideal rumah tanam untuk skala industri 21 m x 8 m, tinggi 6 m. Desain atap ada yang berbentuk setengah lingkaran, semi setengah lingkaran, atau V terbalik. Penutup bangunan menggunakan trappolin. Atap bentuk V terbalik, disebut crooping house lazim digunakan petani di Eropa. Aneka bentuk atap itu tidak mempengaruhi efektifitas rumah tanam. Bagian dalam bangunan dilengkapi AC, blower, dan insulator untuk menstabilkan suhu pada 18()C. Udara dialirkan melalui pipa yang langsung berhubungan dengan rak tanam. Rak-rak tanam terbuat dari aluminium atau stainless steel. Meski mahal, bahan itu lebih awet dan steril dibandingkan bambu atau kayu.
  7. Ruang penampungan dan pengolahan. Setelah dipanen, jamur ditampung sementara dan disortir. Jamur terseleksi masuk ke ruang pabrikasi untuk dikemas segar atau dikalengkan. (NS. Adiyuwono)