Pesta Kelengkeng Tumpang

Pesta Kelengkeng Tumpang

Akhir Februari lalu apel manalagi maskot kota Malang kehilangan pamornya. Lengkeng tumpang yang dijajakan di berbagai sudut kota, menggantikan pesona buah yang tak kalah eksotis. “Kali ini panen lengkeng melimpah,” kata Yatmo pekebun lengkeng di Desa Sukoanyar-cokro, Tumpang, Malang. Saking banyaknya harga murah sampai Rp5.000/kg. Memasuki Malang dari Surabaya melewati Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, tanda-tanda musim lengkeng memang sudah terlihat. Tidak cuma di kios pinggir jalan, pedagang gelaran, bersepeda, gerobag, bahkan mobil pick up ikut meramaikan pasar lengkeng. Pemandangan ini terus berlanjut sampai ke dalam kota, seperti kawasan Belimbing dan Dinoyo. Jalan Raya Sengkaling yang menghubungkan Malang dengan kota wisata Batu juga tak luput dari serbuan pedagang lengkeng. Kios kagetan berderet mencegat para pelancong.

Rasa lengkeng Yang Lebih manis

Lantaran hanya sekali setahun, musim lengkeng di Tumpang ditunggu banyak penggemarnya. Bukan hanya bagi penduduk Malang, tetapi juga masyarakat luar kota seperti Surabaya, Jakarta, dan Jember. Lengkeng memang salah satu kebanggaan kota Malang. Ia tidak sembarang tumbuh di daerah lain. Walaupun ukuran buah relatif kecil, cita rasa lengkeng tumpang diakui lebih enak ketimbang asal impor. “Rasanya lebih manis daripada lengkeng bangkok,” kata Guntur warga Malang yang ditemui Kami di kios lengkeng jalan raya Sengkaling Batu. Dibanding lengkeng bangkok, lengkeng tumpang lebih kering. Daging buah cukup tebal dan ngelotok. Kulit buah cokelat tua, berbeda dengan lengkeng bangkok yang agak kekuningan. Lengkeng dijual beserta tangkai. Sederet kios memasang harga Rp5.000/kg, tetapi ada juga Rp7.000 dan Rp8.000. Selisih harga disebabkan perbedaan kualitas. Lengkeng berukuran besar dan manis menduduki harga tertinggi, disusul untuk ukuran sedang. Yang paling murah rasanya kurang manis dengan, ukuran lebih kecil. Tidak puas hanya melihat lengkeng di kios, Anda bisa datang langsung ke sentranya di Kecamatan Tumpang. Jaraknya kurang lebih 17 km dari Malang. Dari pintu gerbang batas kecamatan di Desa Jeru, sudah tampak deretan pohon lengkeng dengan ratusan brongsong menghias tajuknya. Anyaman bambu itu berfungsi mencegah kelelawar memakan buah. Saking banyaknya brongsong warna hijau daun dari jauh tampak menjadi semburat cokelat. Beberapa desa penghasil lengkeng di Kecamatan Tumpang antara lain, Malangsuko, Wates, Sumbersari, Karanganyar, Karangjambe, Bokor dan Pungging. Dalam jumlah tidak terlalu banyak beberapa desa di Kecamatan Pakis juga menghasilkan lengkeng.

Pohon warisan

Memasuki Desember lengkeng mulai berbunga. “Awal maret puncak panennya,” tutur Yatmo yang merawat 30 pohon. Rata-rata lengkeng di Tumpang adalah pohon tua, berumur minimal 35 tahun. Lantaran umur berbuahnya lama 20 sampai 25 tahun, sampai kini belum ada yang secara khusus mengebunkannya. Dasar pohon warisan, perawatan hampir sepenuhnya diserahkan alam. Yang umum dilakukan hanya memangkas dahan, agar cahaya matahari menerobos tajuk. Memotong dahan lengkeng tidak boleh dengan sabit, melainkan digergaji. Kulit batang yang sudah tua atau berlumut dikerok. Adakalanya pohon gagal berbuah setelah berbunga. Ini teijadi bila pada fase akan keluar bunga turun hujan. Hasil buahnya bagus bila bunga sudah mekar, agak kering, kemudian baru turun hujan. Membrongsong buah merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan pekebun lengkeng. Satu pohon memerlukan kurang lebih 200 brongsong. Biasanya 40 hari menjelang panen, buah mulai dibrongsong. Dari berbunga sampai buah masak memerlukan waktu 3 bulan. Kemasakan buah berlangsung serempak dalam satu musim. Satu pohon menghasilkan l,75kw sampai 2kw buah lengkeng. Cara petiknya, dengan mengunting tangkai buah.

Share on:

Yudianto
Yudianto Yudianto, penulis aktif di Budidayatani dan Mitrausahatani.com, memiliki hobi di bidang pertanian. Ia sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani, berkontribusi untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif.
comments powered by Disqus